[caption id="attachment_381538" align="aligncenter" width="576" caption="Seorang pekerja wanita pemecah granit di Pulau Kundur"][/caption]
Pulau Kundur terkenal dengan onggokan batu-batu granit besar yang memenuhi hampir di tiap sudut pulau. Bebatuan raksasa ini seperti tak ada habisnya. Sampai saat ini masih berperan penting dalam membantu nafkah penduduk setempat yang memanfaatkannya. Sehingga tak heran jika ibukota pulau yang juga menyimpan legenda sejarah ini dinamakan mirip dengan kekayaan alam tersebut, Tanjungbatu.
Di salah satu sudut Pulau Kundur tepatnya di Desa Bukit Gading, tak jauh dari pusat kota Tanjungbatu, terdapat sekelompok warga yang bergantung hidup dari Batu Granit. Potensi Granit yang melimpah di desa tersebut memberikan dampak positif bagi warga yang tinggal di sekitarnya. Meski keuntungan yang didapat hanya mampu menutupi kehidupan sehari-hari namun masyarakat setempat masih setia melakoni pekerjaan tersebut.
Pekerjaan menghancurkan batu granit terbilang cukup berat. Sebelum dilebur menjadi bentuk terkecil, terlebih dahulu batu-batu yang masih menjulang kokoh itu dihancurkan dengan menggunakan alat sejenis kapak. Agar batu tersebut menjadi lebih rapuh saat dipukul maka harus dibakar terlebih dahulu.
Kemudian satu per satu pecahan batu tersebut terlepas. Batu-batu yang baru dipisahkan dari "induknya" kemudian diurai lagi menjadi bentuk terkecil sebesar bola pingpong. Ini merupakan tahap terakhir proses pemecahan batu sebelum dipasarkan.
[caption id="attachment_381542" align="aligncenter" width="576" caption="Tumpukan bebatuan granit penopang ekonomi warga di Desa Gading"]
[/caption]
Mendengar namanya saja tentu sudah dapat terbayangkan bahwa pekerjaan ini tidaklah ringan. Dibutuhkan tenaga yang kuat untuk menghancurkan bebatuan kokoh tersebut. Namun uniknya profesi ini tidak hanya diperankan oleh para pria. Terdapat beberapa wanita yang turut terlibat. Bahkan terselip seorang pekerja yang berstatus seorang nenek.
Sama halnya dengan pekerja pria, para pekerja wanita ini berperan dalam memecahkan batu. Namun tahap pemecahan tentu saja disesuaikan dengan kemampuan tenaga. Pekerja wanita ditugaskan memecahkan batu yang telah melewati tahap pemecahan pertama untuk dipukul-pukul menjadi bentuk terkecil.
Batu-batu yang telah melewati proses terakhir kemudian diangkut oleh sebuah truk untuk dijual. Bagi warga atau perusahaan yang ingin membangun sebuah bangunan merupakan target pasar yang disasar untuk memasarkan batu-batu tersebut. Harga jual batu granit tersebut dibanderol sebesar Rp. 300 ribu per truk. Sementara keuntungan yang didapat para pemecah batu per harinya berkisar Rp. 50 ribu hingga Rp. 100 ribu.
Ironisnya, menurut pengakuan salah seorang pekerja, mereka masih meminjam uang sana-sini untuk memenuhi kebutuhan lainnya seperti pendidikan anak-anak mereka. Para pemecah granit seakan dipaksa oleh keadaan. Tak ada pilihan saat ini. Tetap setia sebagai pemecah granit atau hidup dalam kekurangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H