Lihat ke Halaman Asli

Lamunan di Waktu Fajar (02)

Diperbarui: 10 November 2015   06:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Pak nanti kita merayakan Karbala ya ?”

“Iya nak” jawab si Bapak sambil mengelus kepalanya.

Betapa sedihnya tahun Hijriah kali ini. Ingin merayakan Karbala di Kota Bogor tiba-tiba saja petir mennyambar di siang hari. Terdapat surat edaran tidak diperkenankan merayakan Asyu’ara di wilayah kota bogor dengan alasan ketentraman lingkungan sekitar. Tidak tahu apa maksud dari itu semua, entah politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahananan atau keamanan.

Lah, terus pelarangan itu tidak hanya membuat gerah kaum pembela kebebasan berkeyakinan. Justisia mengutuk wali kota maling kundang menjadi orang yang akan terus pamer kebohongan. Entah apapun bentuknya, yang penting dia akan memberikan sesuatu yang wah terhadap orang lain, akan tetapi hal tersebut merupakan sebuh kebohongan.

Tidak habis pikir melihat surat edaran bak petir di musim kemarau. Kota hujan yang selalu dianggap berkah tak pernah kekurangan air. tiba-tiba saja menjadi nestapa bagi kaum-kaum yang mempunyai berbeda. So, kenapa hal tersebut dilarang Pak ? Apakah kaum sunni yang paling besar di bumi pertiwi ini akan pindah aliran ke syiah setelah melihat perayaan asy-syuara ? atau merusak aqidah kaum sunni yang di wakili oleh Kanjeng Bima Arya yang paling toleran ?

Kurang piknik memang ketara mbanget. Surat edaran yang muncul sebelum surat edaran hate speech milik polisi yang kemudian di respon alay oleh Abang Jonru Ginting. Lha, wong cuma surat edarannya BH (Badrodin Haiti, Kapolri) tiba-tiba menjadi trending topic para muslim sunni yang ta’at seperti Jonru dan Mas Felix yang kurang piknik ke Iran negara islam, yang syiah menjadi mazhab resmi. Jalan-jalanlah kesana Kaka’z Jonru dan Kanjeng Bima Arya. Wong urung nyemplung wes ngomong ya begitu bunyinya. Anti Syiah, anti liberal, anti sekular, anti komunis dan anti kapitalis. Lucunya di masih memakai alat-alat buatan kapitalis dan komunis, seharusnya memakai made ini arab yang selalu halaalan thoyyiban.

Kanjeng Bima Arya adalah sosok pemuda yang bisa membuat klepek-klepek para wota yang tidak sedang nonton JKT 48. Lulusan salah satu universitas di Negeri Kangguru untuk belajar ilmu politik. Sosok penerus estafet kepemimpinan bangsa ini, bukan hanya berprestasi dalam ketampanannya saja, mulai soal penataan rambut, pemakain baju yang selalu terlihat klimis, serta sepatu yang sederhana. Pemuda sederhana ini diharapkan menjadi pengganti Jokowi di tahun ini, kalau mampu mengatasi semrawutnya angkot di kota hujan dan tidak melarang kebebasa berkeyakinan.

“Glegar” suara petir menyambar pohon hingga tumbang.

Masih saja kita dipusingkan soal keyakinan yang benar dan punya massa yang banyak tanpa memikirkan moral. Terjebak dalam kisah-kisah agama konvensional tanpa mau mengubah kebiasaan yang bersifat intoleransi. Jadi, begitu-begitu saja seorang wanita muslimah melihat jomblo yang rajin ibadah tanpa mengenal lingkungan sekitar. Ampuh dewek .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline