Lihat ke Halaman Asli

Pemilu Damai vs Beras Mahal

Diperbarui: 16 Februari 2024   13:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pesta pemilihan umum telah berakhir pada tanggal 14 februari 2024 masyarakat berbondong-bondong ke TPS untuk menentukan hak pilihnya sebagai warga negara dan hasil quick count sementara pasangan 02 memimpin, ternyata kemeriahan pemilu belum juga selesai para kandidat lain merasa tidak terima dengan hasil pemilu pilpres tapi wajar kalau mengingat 2 pemilu sebelumnya selalu saja berbuntut panjang hanya siap menang tidak siap kalah. sebagai warga sipil biasa bawah siapapun yang menang tidak menjadi masalah terlepas ada indikasi kecurangan toh dalam politik mana ada yang jujur, karena siapapun presidennya takkan merubah 180 derajat kehidupan kami, ditengah laju inflasi kebutuhan pokok yang menggila rata-rata tembus harga 17.000-18.000 / kg. tentunya harga sebesar itu tidak mampu untuk dibeli oleh semua kalangan sehingga pemilu membawa petaka yang sangat menakutkan yaitu harga beras yang mahal.

kelangkaan stock beras berdampak terhadap naiknya harga beras yang sudah tidak terkendali, yang membuat hidup semakin susah. ada beberapa penyebab kenaikan harga beras ini kalau kita perhatikan yang pertama diakui atau tidak pemilu membawa dampak pemintaan beras yang tinggi karena banyak para caleg intrument marketing mix nya menggunakan bantuan sosial salah satunya beras sehingga terjadi over demand yang luar biasa terhadap beras, yang kedua bantuan sosial dari pemerintah yang serentak selama bulan januari-februari membuat cadangan beras nasional menjadi terganggu sehingga bulog tidak bisa melakukan operasi pasar untuk menurunkan harga beras karena terbatasnya stock nasional yang ketiga adalah dampak dari cuaca elnino selama 6 bulan terakhir sehingga para petani gagal panen atau menunggu masa tanam padi sehingga stock beras menjadi menurun dan yang terakhir adalah eforia pemilu kabinet menjadi tidak optimal diperparah lagi banyaknya pejabat negara / menteri menjadi kandidat capres, ketua partai politik, TPN partai politik dan sebagainya berakibat terbengkalainya kepentingan rakyat yang sangat penting yaitu kebutuhan pokok.

semakin lama hidup semakin susah diperparah dengan laju inflasi yang tinggi pada kebutuhan pokok daya beli menjadi turun akibatnya pendapatan takkan mampu memenuhi kebutuhan sebulan karena terjadi penurunan daya beli, kalau berkaca kenaikan UMR dikisaran 2-3% berbading terbalik dengan kenaikan gaji PNS rentang 5-8% tentunya sangat ironi, masyarakat kelas bawah bisa hidup lebih baik hanya bisa bertahan untuk hidup. saat debat pilpres para kandidat menjanjikan angin sorga kepada masyarakat luas khususnya masyarakat kelas bawah tetapi pada hakekatnya bukan hanya bantuan sosial yang diharapkan bukan belas kasian negara yang diinginkan tetapi murahnya kebutuhan pokok, mudahnya mendapatkan pekerjaan dan gaji yang diterima bisa untuk membuat kami bertahan untuk hidup.

hampir semua capres membuat gimik yang tidak lebih sama menjadikan subsidi menjadi intrument untuk mendulang suara, tapi kalau ini terus dilakukan disetiap rezim tanpa ada evaluasi yang baik hanya akan melahirkan kebocoran uang subsidi yang akan merugikan keuangan negara dampak jangka panjang yang sangat mengerikan adalah tekanan fiskal yang akan terasa karena APBN akan tergerus oleh subsidi yang akan berakhir pada defisitnya anggaran yang biasanya diakhiri pinjaman luar negeri. bukanlah tidak baik subsidi tetapi harus pada forsi yang tepat seperti jangan sampai tidak tepat sasaran, tidak sesuai dengan yang diterima oleh penerima bahkan jangan sampai terjadi penggelapan.

jangan bangga menjadi orang miskin atau pura-pura miskin, bagaimana dimasyarakat begitu bangga mendapatkan bansos atau mendapatkan beasiswa pendidikan padahal mereka masuk kategori masyarakat mampu disisilain masyarakat yang seharusnya barhak malah tidak mendapatkannya seperti contoh bagaimana tabung gas 3 kg yang seharusnya digunakan untuk masyarakat miskin sudah menjadi pemandangan yang lumrah seperti UKM kelas menengah, rumah makan tanpa malu mereka menggunakan puluhan tabung gas 3 kg untuk usahanya sedangkan masyarakat miskin hanya menghabiskan 1 tabung gas / bulan sungguh tidak adil yang pada akhirnya tidak tercapainya sasaran atau segementasi masyarakat yang seharusnya mendapatkannya.

contoh lain penulis menghabiskan Rp.50.000 untuk BBM selama seminggu tapi kalau kita lihat setiap saat ratusan mobil diatas 300 juta mengisi BBM subsisdi dengan volume kebutuhan BBM yang lebih banyak padahal seharusnya mereka tidak layak menggunakan BBM subsidi karena sudah menjadi masyarakat yang mampu. sehingga subsidi ini tidak selalu bermanfaat kepada masyarakat miskin karena yang menikmatinya sebagian besar adalah orang yang mampu. sehingga kedepan kita butuh calon pemimpin yang berani memangkas subsidi tidak peduli terpilih atau tidak tepilih karena subsidi akan menjadi lingkaran setan bagi fiskal atau masyarakat akan menjadi sangat ketergantungan kepada subsidi masih mending kalau tepat sasaran bagaimana kalau terjadi kebocoran.

pemilu sudah selesai siapapun pemenangnya kita harus terima dengan lapang dada sehingga keamanan dan stabilitas ekonomi menjadi stabil jangan suhu politik menjadi tambah panas karena akan membuat masyarakat bawah menjadi semakin susah ditengah ekonomi yang semakin susah. sebagai mayarakat bawah hanya bisa berharap harga-harga sembako menjadi murah dan keamanan menjadi terjamin agar kami bisa bertahan untuk hidup. semoga saja suatu saat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bisa terwujud. aminn




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline