Lihat ke Halaman Asli

Fadli Arif

Presiden

Hari Biru di Atas Genteng

Diperbarui: 7 Februari 2024   18:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di jendela kecil, di tengah malam sunyi,
Melodi hujan memetik senandung yang sepi.
Tetes-tetes jatuh, seperti nada yang gemulai,
Menyusup lembut, merayu jiwa yang pilu.

Dengarlah, di sana, jendela kecil membuka diri,
Menyambut pelukan melodi yang datang tak terduga.
Setiap tetesan, sebuah partitur kesunyian,
Mengisi ruang dengan keajaiban yang berdusta.

Jejak cahaya remang-remang menciptakan bayangan,
Di balik tirai jendela, rahasia hujan terbuka.
Jendela kecil, saksi bisu setiap percikan,
Dalam ruang diam, hujan menari tanpa henti.

Melodi hujan, lembut seperti sentuhan sayap,
Mengusap hati yang letih, menyirami rindu yang tumbuh.
Di jendela kecil, dunia luar menyatu dengan dalam,
Sebuah cerita tanpa kata, diceritakan oleh melodi hujan.

Tak perlu kata-kata, karena melodi ini bicara,
Menghadirkan kenangan dan mimpi-mimpi yang terlupa.
Di jendela kecil, hujan menjadi penyair,
Menciptakan puisi di setiap sudut hati yang terbuka.

Jadi, biarkan melodi hujan memainkan lagunya,
Di jendela kecil, di ruang yang penuh dengan sepi.
Sebuah tarian diam, di antara tetesan yang bernyanyi,
Melodi hujan, keindahan yang tak terlupakan di malam ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline