Lihat ke Halaman Asli

Fadlan Desfiansyah

Mahasiswa Ilmu Ekonomi Syariah IPB University

Analisis Peran Digitalisasi Zakat terhadap Pengentasan Kemiskinan dan Peningkatan Kesejahteraan Menggunakan Model CIBEST

Diperbarui: 17 Maret 2023   22:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Digitalisasi Pembayaran Zakat BAZNAS (Sumber Gambar : BAZNAS)

Kemiskinan merupakan isu yang penting bagi suatu negara, khususnya bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Al-Ghazali dalam Sifa (2019) mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kemiskinan tentunya merupakan  permasalahan  besar  di  Indonesia yang sulit untuk diatasi. 

Hal tersebut dapat dilihat dari data statistik resmi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2022 sebesar 9,57 persen dari jumlah penduduk atau sebesar 26,36 juta orang.Selain itu, garis kemiskinan pada 2022 naik sebesar Rp63.022 dari tahun sebelumnya menjadi sebesar Rp535.547. Ketimpangan yang terjadi di Indonesia dapat dilihat dari nilai Gini Ratio, jika semakin tinggi nilai Gini Ratio maka semakin tinggi tingkat ketimpangan suatu negara.

Pada September 2022, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,381. Angka ini tetap jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2021, dan meningkat 0,003 poin dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2022 yang sebesar 0,384. Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2022 tercatat sebesar 0,402, dan Gini ratio di daerah pedesaan pada Maret 2022 tercatat sebesar 0,313.

Berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 18,24 persen. Hal ini menunjukan pengeluaran penduduk pada September 2022 berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah. Namun untuk negara Indonesia yang mayoritas muslim, angka tersebut menunjukan tingkat ketimpangan yang serius. Berdasarkan hal tersebut salah satu upaya yang dapat dilakukan Indonesia untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan sosial yaitu dengan mengoptimalkan peran filantropi zakat.

Pertumbuhan Zakat, Infak, Sedekah dan DSKL (dana sosial keagamaan dalam Islam) memiliki tren yang positif. Pengumpulan tahun 2022 mencapai 22 Triliun rupiah yang artinya mengalami peningkatan yang cukup signifikan sebesar Rp. 11.881,81 miliar atau pertumbuhan sebesar 84,16% dibandingkan tahun 2021. 

Adanya pertumbuhan yang tinggi ini didukung karena adanya sistem informasi dan digitalisasi yang memudahkan masyarakat dalam membayar Zakat, Infak, Sedekah (ZIS). (Puskas BAZNAS, 2023). Berdasarkan hal tersebut salah satu upaya yang dapat dilakukan Indonesia yaitu dengan mengoptimalkan peran filantropi zakat untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan.

Pengoptimalan yang dilakukan dapat berupa digitalisasi zakat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menunaikan zakat. Dengan adanya layanan digitalisasi pembayaran untuk muzakki yang disediakan oleh lembaga zakat diharapkan dapat mempermudah masyarakat dalam membayar ZIS. Hal ini juga didukung oleh tingginya potensi masyarakat yang membayar ZIS melalui kanal digital. 

Pada tahun 2021, sekitar 70 persen donatur BAZNAS merupakan masyarakat dengan rentang usia 25--44 tahun yang memanfaatkan platform-platform digital dan layanan BAZNAS yang tersebar di banyak merchant untuk membayar zakat maupun bersedekah (BAZNAS RI, 2021). Pengukuran zakat saat ini masih terbatas pada aspek materialnya saja, padahal untuk mengukur aspek lainnya seperti aspek spiritual itu penting. Hadirnya instrumen yang dapat mengukur aspek material dan spiritual dari kemiskinan sangat diperlukan. 

Model CIBEST (Center of Islamic Business and Economic Studies), yang dirancang dan dikembangkan oleh Irfan Syauqi Beik dan Laily Dwi Arsyianti ini menjelaskan empat kemungkinan situasi yang berkaitan dengan kemampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual. 

Hal tersebut sangat sesuai dengan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Quran dan As-sunnah, jadi dalam pengoptimalan zakat digital, model CIBEST dapat membantu mengukur dan mengakomodir kemiskinan berdasarkan perspektif Islam dengan cara menyeimbangkan kedua aspek, yaitu aspek spiritual dan aspek material. Sehingga dapat mendorong rumah tangga yang berada dalam kuadran kemiskinan agar dapat menuju kuadran kesejahteraan.

Di zaman yang sudah modern ini, pengumpulan dan penyaluran zakat secara tradisional dari tangan ke tangan seperti melalui masjid dinilai sudah tidak efektif dan efisien. Oleh karena itu lembaga-lembaga penghimpun zakat seperti BAZNAS, LAZ, UPZ dan Lembaga zakat masyarakat perlulah menggencarkan pengelolaan zakat secara digital. Zakat Digital atau zakat online adalah sebuah cara untuk membayar zakat secara elektronik yang melibatkan penggunaan media online seperti Electronic Banking dan Financial technology.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline