Ada cerita yang cukup saya kenal sejak zaman dahulu sekali. "Angsa Bertelur Emas".
Seorang petani mendapat seekor angsa dari kakeknya. Sang kakek berpesan, agar si petani merawatnya dengan baik sebab ia akan memberikan hasil yang sangat baik bagi si petani dalam beberapa tahun ke depan.
Si petani sangat senang, dan berjanji akan merawatnya dengan baik. Tak lama kemudian kakeknya meninggal.
Benar saja setelah beberapa hari dirawat oleh petani itu, angsa itu bertelur satu butir yang ternyata itu adalah emas!. Petani itu sungguh senang dan bahagia. Setiap hari angsa itu bertelur satu butir emas. Setelah beberapa hari menghasilkan emas, sang petani mulai merasakan nikmatnya memiliki emas.
Suatu hari ia berfikir bahwa kalau cuma keluar telur satu butir per hari, kapan dirinya akan menjadi cepat kaya? Ketidaksabarannya itu membuat dirinya berfikir, kalau tiap hari keluar telur emas, pasti dalam perutnya akan lebih banyak lagi emas bisa ia dapatkan. Akhirnya disembelilah angsa itu. Dilihat isi perut angsa itu, ternyata tidak apa-apa. Menyesallah sang petani. Angsa mati, dan tak ada lagi telur emas dia dapatkan.
Pesan dari cerita yang sering kita dengar saat SD ini ialah banyak orang yang ingin cepat kaya dan tidak bersyukur pada apa yang dimiliki.
Bagi kita yang sudah tidak SD tentu saja kosakata bertambah dengan : Koruptor dan Penjudi. (Kalau istilah Pak Mahfud , hal sensitif bagi yang belum dewasa hehehehe)
Para penjudi dan koruptor adalah contoh yang tepat untuk aplikasi dari cerita ini.
Para koruptor dengan ringan hati mencuri uang yang bukan miliknya. Tidak peduli halal haram uang itu. Saat ketahuan perilakunya terbongkar semua menjadi musnah. Keluarganya malu karena sanksi sosial. Itulah karena keserakahan.
Penjudi, banyak yang menjual rumah dan harta bendanya untuk memenuhi nafsu judi demi mendapatkan uang yang lebih banyak.