Lihat ke Halaman Asli

Relasi Moderasi Beragama pada Masyarakat dalam Perspektif Hadist

Diperbarui: 15 April 2021   21:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman suku , bangsa, budaya, agama, ras dan  juga bahasa. Keanekaragaman ini terjalin dalam satu ikatan bangsa Indonesia sebagai kesatuan yang utuh dan berdaulat. Disini kita akan membahas tentang keberagaman agama di Indonesia. Indonesia memiliki 6 macam agama yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghuchu. Dengan adanya keberagaman agama ini, umat islam dituntut untuk saling menghormati dan menghargai antar agama dimana tidak ada rasis ataupun menjelek-jelekkan agama yang lain.


Di Indonesia sendiri memiliki penganut agama yang mayoritas adalah agama Islam. Walaupun Islam merupakan agama yang paling banyak dianut, tetapi di sini kita tidak boleh memaksakan orang lain untuk masuk ke agama islam dengan paksaan karena kita mempunyai sikap toleransi yang di ajarkan oleh negara kita serta agama Islam. Toleransi merupakan sikap saling menghormati dan menghargai antar kelompok atau individu baik dalam masyarakat ataupun ruang lingkup lainnya. Dengan itu, kita tidak boleh memaksakan orang lain utuk menganut agama yang kita anut, tidak mencela atau menghina agama lain, tidak melarang atau  mengganggu agama lain ketika beribadah. Hal semacam ini dapat kita temukan dalam Q.S. Al-Mumtahanah : 8
لَا يَنْهَكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَا تِلُوْ كُمْ فِى الَدِّ يْنِ وَلَمْ يُخْرِجُكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْ هُمْ وَتُقْسِطُوْا اِلَيْهِمْ, اِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ.
Artinya :“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”

Dan dalam hadis juga dijelaskan bahwa :
وَ حَدَّ ثَنَا أَبُو كُرْيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَا ءِ حَدَّ ثَنَا أَبُو أُ سَامَةَ عَنْ هِشَامِ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ أَسْمَا ءَ بِنْتِ أَبِيْ بَكْرٍ قَالَتْ قَدِمَتْ عَلَيَّ اُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فِي عَهْدِ قُرَيْشٍ إِذْ عَا هَدَهُمْ فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عهَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ رَاغِبَةٌ أَفَأَ صِلُ أُمِّي قَالَ نَعَمْ صِلِي أُمَّكِ.
Artinya : “Dan Telah menceritakan kepada kami  Abu Kuraib Muhammad  bin Ala' Telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Hisyam sari bapaknya dari Asma’binti Abu Bakar ia berkata; (ketika terjadi gencatan senjata dengan kaum Quraisy) ibuku mendatangiku yang ketika itu masih musyrik. Lalu aku meminta pendapat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, saya bertanya, “Wahai Rasulullah ibuku mendatangiku karena rindu padaku. Bolehkah alu menjalin silaturahmi dengan ibuku?”Beliau menjawab : “Ya, sambunglah silaturahmi dengan ibumu.”


Dari ayat Al-Qur’an dan Hadis diatas dapat disimpulkan bahwa Allah memerintahkan kita untuk selalu melakukan kebaikan, menyambung silaturahmi dan berbuat adil dengan orang kafir sekalipun serta tidak memandang agama apa yang mereka anut selama apa yang mereka anut  tidak menggangu umat islam. Tetapi jika mereka (kaum musyrik) mengganggu umat islam  bahkan sampai melarang untuk beribadah maka sebagai umat islam kita diwajibkan untuk memerangi kaum musyrik. Begitupun sebaliknya apabila kita menggangu serta memerangi kaum musyrik. Maka dari itu kita diperintahkan untuk tidak saling mengganggu, tetapi kita diperintahkan untuk saling menolong serta menghargai antar agama.


Dalam urusan relasi muslim dan non muslim sudah banyak riwayat yang mencontohkan perilaku Nabi Muhammad saw. dimana tidak dijumpai kekerasan dan paksaan, terlebih dalam urusan menyebarkan dakwah agama Islam. Padahal pada masanya banyak orang-orang non muslim yang menentang dakwah beliau.
Namun disis lain, tidak dapat dipungkiri bahwa Nabi Muhammad saw. juga pernah melakukan tindakan disharmonis terhadap pihak non muslim dalam konteks tertentu, begitu juga halnya hadis-hadis Nabi yang cukup banyak terkesan bahwa beliau tidak harmonis, salah satunya seperti hadis tentang larangan mengucap salam kepada non muslim. Sehingga banyak orang-orang muslim saat ini menjadi salah paham lantaran memahami hadis ini secara tekstual saja, tanpa memperhatikan konteks lain yang terkait hadis tersebut. Untuk lebih jelasnya maka akan dirincikan sebagai berikut mengenai beberapa riwayat-riwayat Nabi tentanng interaksi muslim dengan non muslim yaitu :
Tetap menghormati jenazah orang yahudi
حَدَّ ثَنَا مُعَاذُ بنُ فَضَا لَةَ حَدَّ ثَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ مِقْسَمٍ عَنْ جَا بِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ مَرَّ بِنَا جَنَازَةٌ فَقَامَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقُمْنَا بِهِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهَا جِنَازَةُ يَهُدِيٍّ قَالَ إِذَا رَأَ يْتُمْ الْجِنَا زَةَ فَقُومُوا .

Artinya :“Telah menceritakan kepada kami Mu’adz bin Fadhalah telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Yahya dari ‘Ubaidullah bin Muqsim dari Jabir bin ‘Abdullah radliallahu’anhu berkata : ‘Suatu hari jenazah  pernah lewat di hadapan kami maka Nabi Shallallahu’alaihi wasallam berdiri dan menghormatinya dan kami pun ikut berdiri. Lalu kami tanyakan: Wahai Rasulullah, jenazah itu adalah seorang Yahudi. ‘Maka Beliau berkata,: ‘Jika kalian melihat jenazah maka berdirilah’.”(H.R. Bukhari).

Menjaga dan melindungi  kafir mu’ahad
حَدَّ ثَنَا قَيْشُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّ ثَنَا عَبْدُالوَ حِدِ حَدَّ ثَنَ عَبْدُ الْوَحِدِ حَدَّ ثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَمْرٍو حَدَّ ثَنَا مُجَا هِدٌ عَنْ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ مَنْ قَتَلَ مُعَا هَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ اَرْتَعِيْنَ عَامَا

Artinya :“ Telah bercerita kepada kami Qais bin Hafsh telah bercerita kepada kami ‘Abdul Wahid telah bercerita kepada kami Al Hasan bin ‘Amru radliannahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda: “Barang siapa yang membunuh mu’ahad (orang kafir yang terikat perjanjian) maka dia tidak akan mencium bau surga padahal sesungguhnya bau surga itu dapat dirasakan dari jarak empat puluh tahun perjalanan”. (H.R. Bukhari).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline