Lihat ke Halaman Asli

Menghadapi Resesi Ekonomi 2023

Diperbarui: 31 Oktober 2022   00:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Belakangan ini, isu resesi 2023 cukup ramai diperbincangkan di social media baik itu di twitter, instagram. Tak jarang pula berita yang dikeluarkan juga mengenai isu resesi yang diprediksi terjadi pada tahun 2023. Kita harus mempersiapkan diri untuk menghadapi risiko yang akan diterima akibat dari resesi. Resesi merupakan kondisi di mana ekonomi suatu negara sedang memburuk. Resesi terjadi ketika aktivitas ekonomi mengalami penurunan yang signifikan dalam jangka waktu yang lama, selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun  atau pada dua kuartal berturut-turut.

Resesi disebabkan oleh hal-hal terkait ekonomi dan teknologi yang saling berkaitan. Guncangan ekonomi dan inflasi menyebabkan daya beli masyarakat turun akibat dari kesulitan finansial dan naiknya harga barang dan jasa serta utang yang menumpuk karena masalah ekonomi yang serius. Inflasi yang melambung tinggi akan menyebabkan suku bunga naik sehingga membebani debitur dan terjadi kredit macet. Selain itu, deflasi juga dapat menyebabkan resesi karena menurunnya harga barang dan jasa sehingga membuat produsen mengalami kerugian. Ketika harga suatu barang dan jasa turun terus menerus, maka konsumen akan menunda untuk membeli barang dan jasa sampai nominal terendah. Hal ini akan menyebabkan aktivitas produksi berkurang serta daya beli yang rendah. Kemudian yang terakhir karena perkembangan teknologi . Di era revolusi industry saat ini, teknologi berkembang dengan sangat cepat sehingga untuk melakukan suatu kegiatan dapat di dukung oleh teknologi. Jika kita menggunakan teknologi secara terus-terusan bahkan untuk melakukan produksi suatu produk, maka angka pengangguran akan bertambah karena tenaga kerja yang tergantikan dengan teknologi.

Ciri-ciri resesi ekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi yang negative, jumlah impor lebih besar daripada jumlah ekspor, turunnya lapangan kerja, serta produksi dan konsumsi yang tidak seimbang. Kondisi pertumbuhan ekonomi yang negative dipengaruhi oleh ketidakstabilan investasi, konsumsi, pendapatan nasional, pengeluaran, dan ekspor-impor. Kemudian jumlah impor yang lebih besar daripada ekspor dapat menyebabkan resiko defisit anggaran sehingga menurunkan pendapatan nasional dan resesi tidak dapat dihindari. Turunnya lapangan kerja mengakibatkan tingginya angka pengangguran sehingga tingkat kriminalitas berpotensi melambung tinggi dan investor yang hilang kepercayaan utnuk menanamkan modalnya karena waspada terhadap tindak kriminalitas. Pada produksi dan konsumsi yang tidak seimbang disebabkan karena produksi yang berlebihan namun daya beli masyarakat yang rendah akibat inflasi. Selain itu, jika produksi sangat banyak maka stok barang akan menumpuk.

Resesi ekonomi ini memberikan dampak di seluruh kalangan, baik itu pemerintah, perusahaan, maupun pekerja. Ketika daya beli masyarakat menurun dan pendapatan perusahaan semakin kecil akibat resesi ekonomi akan mengancam kelancaran arus kas suatu perusahaan. Untuk menghindari kejadian tersebut, perusahaan akan melakukan perang harga. Namun, hal ini akan membuat penurunan keuntungan yang kemudian harus ditutupi dengan cara melakukan efisiensi. Perusahaan akan menutup area bisnis yang kurang menguntungkan hingga memotong biaya operasional. Penutupan area bisnis yang kurang menguntungkan juga berdampak pada pekerja, yaitu PHK. Jika terjadi PHK, maka angka pengangguran meningkat sedangkan mereka harus memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri maupun keluarga. Kemudian dampak bagi pemerintah yaitu ketika pendapatan negara yang menurun, pemerintah tetap dituntuk untuk membuka lapangan pekerjaan karena banyaknya pengangguran akibat dari PHK. Selain itu, pembangunan juga tetap dilakukan di berbagai sector pemerintahan, termasuk menjamin kesehatan masyarakat. Hal ini menyebabkan turunnya pendapatan pajak serta meningkatnya pembayaran yang mengakibatkan defisit anggaran dan utang pemerintah yang semakin tinggi.

Dengan melihat dampak-dampak resesi ekonomi yang cukup mengerikan, kita harus mengetahui cara mencegahnya. Cara mencegah resesi ekonomi yaitu dengan belanja besar-besaran, bantuan UMKM, dan mengembalikan kepercayaan para investor. Meskipun UMKM juga terdampak resesi, namun usaha ini memiliki daya tahan yang lebih baik karena ruang lingkupnya yang kecil dibanding perusahaan. Untuk meningkatkan permintaan dalam negeri dan bergeraknya dunia usaha dalam berinvestasi, pemerintah berencana untuk belanja secara besar-besaran sehingga memperkuat daya beli untuk mencegah resesi ekonomi.  Selain itu, dengan membuat kebijakan dan proyek yang strategis untuk membangun iklim investasi agar para investor tertarik untuk menanammkan modalnya kembali juga bisa mencegah resesi.

Setelah mengetahui sekilas informasi mengenai resesi ekonomi, negara apa saja sih yang berpotensi mengalami resesi? Perusahaan keuangan di Amerika Serikat, merilis daftar negara yang berpotensi mengalami resesi sebanyak 15 negara, diantaranya yaitu Sri Lanka, New Zealand, Korea Selatan, Jepang, China, Hongkong, Australia, Taiwan, Pakistan, Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina, Indonesia, dan India. Dari 15 daftar negara tersebut, Indonesia masuk di salah satunya. Indonesia memang seringkali dikaitkan dengan negara-negara yang dianggap terkena krisis dan resesi bahkan ada beberapa analisis yang mengkhawatirkan Indonesia akan krisis seperti Sri Lanka. Meskipun Indonesia masuk dalam daftar negara yang terancam resesi ekonomi, berdasarkan hasil survey yang dilakukan Bloomberg, Indonesia memiliki risiko resesi yang rendah, yaitu 3%.

Kondisi perbankan di Indonesia saat ini sedang baik-baik saja bahkan tergolong kuat untuk menghadapi ancaman resesi yang diperkirakan akan terjadi di tahun 2023. Selain itu, perbankan juga telah memiliki pengalaman dalam menghadapi krisis dan kenaikan suku bunga yang mana telah terjadi pada saat pandemi covid-19 yaitu dengan meninjau kondisi berbagai debitur. Namun, kendala yang dihadapi perbankan saat ini yaitu melemahnya nilai tukar rupiah dan pinjaman US$ yang tinggi. Saat ini, suplay masih sangat terbatas karena tingginya aliran dana asing yang keluar. Bahkan di obligasi, dana asing yang keluar telah mencapai 14%. Karena hal tersebut, pemerintah perlu menyiapkan berbagai kebijakan yang dapat memperkuat perbankan salah satunya yaitu, kenaikan suku bunga yang menyebabkan potensi kredit bermasalah.

Diatas kita sudah membahas mengenai perbankan dalam menghadapi resesi yang akan datang. Lalu, bagaimana cara kita mengelola keuangan pribadi untuk menghadapi resesi? Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan, yaitu :

  • Tidak boros
  • Sebaiknya,ketika ingin membeli sesuatu, belilah apa yang dibutuhkan dan menahan diri untuk membeli sesuatu yang diinginkan jika barang tersebut tidak terlalu dibutuhkan atau masih bisa ditahan. Karena, kita tidak tau kapan resesi itu akan benar-benar terjadi dan kita masih memiliki dana yang cukup untuk menghadapi resesi.
  • Mengurangi atau melunasi utang
  • Segera melunasi utang selagi kita memiliki dana lebih untuk mengurangi utang. Karena  ketika terjadi resesi, orang-orang akan membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yang kemudian akan menagih piutang ke orang yang memiliki utang terhadap mereka sementara kitapun memiliki dana yang pas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
  • Mulai siapkan dana darurat
  • Dana darurat disiapkan untuk melakukan pembelian atau pembayaran yang mendadak ketika kondisi keuangan mengalami krisis.
  • Menyiapkan asuransi
  • Cari pendapatan lain
  • Hal ini dilakukan untuk menambah penghasilan
  • Investasi dan menabung

Investasi dan menabung dilakukan untuk menyimpan uang untuk masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline