Lihat ke Halaman Asli

Fadilah Indriani

Jangan biarkan hari-harimu berlalu tanpa membaca dan menulis 🦕

"Nganggung" Wujud Tradisi yang Perlu Dilestarikan

Diperbarui: 23 April 2021   09:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Bulan Ramadan merupakan bulan istimewa yang memberikan banyak kesempatan bagi umat muslim mengumpulkan banyak pahala. Bukan hanya ibadah puasa, berbagai amalan lain yang dilakukan di bulan Ramadan akan menjadi amalan yang berlipat ganda.

Tidak heran, jika umat muslim kini tengah mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menyambut datangnya bulan Ramadan. Biasanya, sebelum bulan Ramadan tiba, umat muslim saling mengucapkan permohonan maaf sebagai salah satu cara untuk membersihkan hati.

Dengan hati yang bersih, tentu berbagai ibadah yang akan dilaksanakan di bulan Ramadan akan lebih nyaman dan dapat berjalan dengan lancar. Selain saling memohon maaf, terdapat beberapa amalan menyambut bulan Ramadan lain yang bisa Anda lakukan. Seperti berpuasa di bulan Syaban, berziarah kubur untuk mendoakan keluarga yang sudah meninggal, serta membangun suasana yang gembira untuk menyambut datangnya bulan Ramadan.

Selain beberapa hal yang sudah kita sebutkan diatas tadi, di berbagai daerah memiliki tradisi islam atau adat istiadat setempat yang dikhususkan untuk menyambut bulan yang penuh dengan ampunan ini. Salah satunya adalah pulau Bangka.

Membicarakan Bangka berarti membicarakan tradisi yang ada di dalamnya. Tradisi yang masih melekat dalam ranah tanah Bangka adalah Nganggung, yaitu sebuah kegiatan membawa dulang berisi makanan ke mesjid atau langgar. Ciri khas nganggung adalah makanan yang akan dibawa diletakkan di atas dulang kemudian ditutup dengan penutup dulang (tudung saji). Karena ciri khas itulah, nganggung juga sering disebut dengan Sepintu Sedulang, yang artinya setiap rumah (sepintu atau satu pintu) membawa satu dulang (sedulang). Nganggung merupakan rangkaian kegiatan yang mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, saling membantu antarwarga dalam suatu desa atau kampung.

Meski dihadapkan dengan derasnya hantaman zaman, kegiatan ini masih berlanjut dan diapresiasi masyarakat dalam berbagai kepentingan yang termaktub di dalamnya. Nganggung dilakukan untuk menyambut datangnya hari besar keagamaan, menghormati orang yang meninggal dunia atau menyambut kedatangan tamu besar, seperti gubernur atau bupati.

Terlepas dari apa kepentingan tamu ini, bagi warga, tamu tetap harus disambut, dijunjung tinggi dan dilayani dengan sebaik-baiknya. Cara atau bentuk pelayanan itu adalah memberikan makanan secukupnya---atau bisa dibilang, sekenyang-kenyangnya---kepada sang tamu.

Di Kabupaten Bangka, upaya formal yang dilakukan terkait kegiatan nganggung ini bahkan dibentuk dalam sebuah perda bernomor 06/PD/DPRD/1971, yang disebut kegiatan sepintu sedulang.
 
Jika ditilik, kegiatan nganggung untuk menyambut hari besar keagamaan ini sudah menyeluruh di berbagai daerah di Pulau Bangka. Kegiatan nganggung pun kerap dilakukan masyarakat Bangka untuk membantu keluarga yang mengalami musibah. Seperti 7 hari, 25 hari, 40 hari dan 100 hari setelah kematian seseorang, biasanya dilakukan nganggung. Tanpa dikomandoi siapapun, selepas maghrib warga spontan langsung ke mesjid atau ke balai adat dengan membawa dulang. Di beberapa wilayah di Bangka melakukannya sebelum shalat Jumat, antara pukul 09.00  hingga 11.00 (siang).

Biasanya nganggung terjadi secara spontan, tanpa komando. Ini menunjukkan kekompakan dan rasa persaudaraan warga. Tafsiran nganggung di sini adalah membantu keluarga yang diringgalkan, sebab dalam terminologi tradisi Bangka, kegiatan tahlilan untuk orang yang meninggal dunia disudahi dengan kegiatan makan-makan. Makanan ini dibawa oleh warga yang juga sebagai peserta tahlilan. Jenis makanannya beragam, ada kue, ada pula nasi lengkap dengan lauk-pauknya.

Kegiatan nganggung tidak hanya dilakukan di Kabupaten Bangka saja, tapi juga dilakukan di daerah lainnya di Provinsi Bangka Belitung, hanya saja dan acara dan event-nya berbeda. Untuk perayaan yang besar-besaran masih agak berbeda. Jika di Bangka Barat ada Perang Ketupat, di Bangka Selatan ada 1 Muharram-an, di Kabupaten Bangka Tengah ada perayaan 1 Maulud-an, maka di Kabupaten Bangka Induk ada Rebo Kasan atau Ruahan dan acara lainnya. Jadi, sebenarnya nganggung adalah ajang silaturahmi antarwarga.

Di sisi lain, nganggung sendiri ditujukan untuk menggalakkan solidaritas berjamaah yang mungkin mulai pudar. Makin berkembangnya nganggung di hari-hari besar agama Islam hingga pada acara kematian merupakan wujud kepedulian masyarakat untuk membesarkan hati keluarga yang berduka. "Nganggung juga merupakan wujud gotong-royong antarwarga dan perlu dilestarikan,"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline