Istilah "generasi sandwich" merujuk pada individu yang berada di tengah-tengah tanggung jawab untuk merawat orang tua mereka yang sudah lanjut usia, sambil memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Generasi ini sering kali menghadapi tantangan emosional, fisik dan finansial yang signifikan. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dorothy A.Miller, seorang profesor dan direktur praktikum di University of Kentucky, Amerika Serikat dalam bukunya Social Work pada tahun 1981.
Faktor Penyebab Munculnya Generasi Sandwich
1. Peningkatan Harapan Hidup
Harapan hidup yang lebih panjang membuat orang tua memerlukan dukungan yang lebih lama, terutama dalam kesehatan dan kesejahteraan.
2. Keterbatasan Sistem Jaminan Sosial
Tidak semua lansia memiliki akses terhadap jaminan sosial atau pensiun yang memadai sehingga anak-anak menjadi penopang utama.
3. Tuntutan Pendidikan dan Gaya Hidup Anak
Biaya pendidikan yang terus meningkat dan keinginan untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi anak-anak menambah beban finansial.
Sementara itu, tingkat literasi keuangan di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya seperti Thailand dan Malaysia. Berdasarkan survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019, tingkat literasi keuangan di Indonesia 38,030%.
Survei tersebut dilaksanakan terhadap 12,773 responden yang berada di 34 provinsi dan 67 kota/kabupaten dengan pertimbangan gender dan strata wilayah perkotaan/peredesaan yang terlibat dalam survei. Pada tahun yang sama, literasi keuangan Malaysia telah mencapai 85,000% dan Thailand mencapai 82,000%.
Salah satu gambaran mengenai keluarga sandwich dapat ditemukan di dalam buku yang berjudul Enjoy the Sandwich Parenting. Buku ini memaparkan bahwasanya banyak keluarga Indonesia yang terjebak menjadi keluarga sandwich.