Lihat ke Halaman Asli

Penyakit Birokrasi di Aceh

Diperbarui: 28 Oktober 2024   15:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penyakit birokrasi di Aceh sering kali disorot sebagai salah satu kendala terbesar dalam mencapai efektivitas pemerintahan dan pembangunan daerah. Beberapa masalah umum dalam birokrasi di Aceh meliputi kurangnya transparansi, keterlambatan dalam proses administrasi, penyalahgunaan wewenang, serta rendahnya akuntabilitas. Hal ini berdampak signifikan pada pelayanan publik, yang dirasakan langsung oleh masyarakat.

Contoh nyata dari lemahnya birokrasi ini adalah dalam sektor perizinan usaha. Banyak pelaku usaha di Aceh mengeluhkan proses perizinan yang lambat dan berbelit-belit, sehingga menghambat investasi dan mengurangi minat pengusaha untuk berinvestasi di daerah tersebut.

Birokrasi di Aceh masih dihadapkan pada berbagai kendala yang menghambat efektivitas pelayanan publik, seperti dalam perizinan usaha, distribusi anggaran pendidikan, bantuan sosial, pelayanan kesehatan, dan rekrutmen pegawai. Data dari BKPM menunjukkan bahwa waktu pemrosesan izin usaha di Aceh rata-rata 14-21 hari, jauh lebih lama dibanding provinsi lain yang sudah lebih cepat dan terintegrasi, sehingga menurunkan minat investasi. Di sektor pendidikan, sekitar 30% sekolah di daerah pelosok kekurangan fasilitas, karena keterlambatan alokasi anggaran yang tersendat di berbagai tingkat birokrasi. Dalam penyaluran bantuan sosial, keterlambatan administratif membuat 25% masyarakat yang berhak sering kali menerima bantuan tidak tepat waktu, terutama pada masa darurat, seperti saat banjir tahun 2023 di Aceh Barat. Di sisi kesehatan, rendahnya indeks kepuasan pasien di rumah sakit umum daerah sebagian disebabkan oleh lambatnya pengadaan alat kesehatan yang harus melalui birokrasi yang panjang, sehingga peralatan penting sering datang terlambat. Sementara itu, survei dari KASN pada 2022 menemukan dugaan nepotisme dalam 15% rekrutmen pegawai negeri di wilayah Aceh, menurunkan kepercayaan publik terhadap integritas instansi pemerintahan.

Jika Aceh ingin meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, reformasi birokrasi menjadi hal yang sangat mendesak. Diperlukan kebijakan tegas untuk membangun sistem birokrasi yang transparan, cepat, dan berorientasi pada pelayanan publik. Selain itu, penerapan sistem merit dalam perekrutan pegawai negeri, pemberian pelatihan yang berkelanjutan, dan penerapan teknologi untuk meningkatkan efisiensi administrasi dapat menjadi langkah konkret dalam memberantas penyakit birokrasi di Aceh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline