Jakarta, 17 Desember 2024 -- Yayasan BUMN melalui inisiatif Mendengar Jiwa Institute bersama Lembaga Health Collaborative Center (HCC) serta Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) telah sukses menyelenggarakan acara media briefing untuk memaparkan hasil penelitian mengenai kesehatan mental pada pelajar SMA di wilayah Jakarta. Alasan kuat mengapa Yayasan BUMN melakukan kajian pada kelompok pelajar adalah kelompok tersebut merupakan agent of solution dari sebuah permasalahan sosial, khususnya permasalahan mengenai kesehatan mental di lingkungan sekolah.
Sebagai pelajar SMA, sekolah adalah tempat yang memiliki kaitan erat dengan para remaja tersebut. Lembaga sekolah sebagai institusi pendidikan memiliki 2 dimensi peran, yaitu peran sebagai sumber gangguan kesehatan mental dan juga peran sebagai lokasi potensial untuk melakukan promosi dan preventif kesehatan mental. Kesehatan mental pelajar menjadi aspek fundamental dikarenakan dapat mengalami stres, kecemasan, serta depresi. Potensi tersebut dapat mengganggu kehidupan sosial dan akademis pelajar tersebut. Kesehatan mental pelajar SMA di sekolah berkenaan dengan dukungan guru BK, nyatanya selama ini pelajar masih enggan untuk berkonsultasi ke guru BK atas permasalahan kesehatan mental yang dialaminya. Sekolah sebagai lokasi dominan dibuktikan bahwa 78% kehidupan sosial sebagai remaja terjadi di sekolah dan 60% pelajar SMA berinteraksi di sekolah dengan teman sebaya.
Penelitian pada 741 siswa SMA dan 97 guru di wilayah DKI Jakarta mengungkapkan bahwa 3 dari 10 pelajar SMA di Jakarta memiliki indikasi masalah kesehatan mental dan berisiko terkena gangguan emosional. Hal tersebut dipaparkan oleh Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH dan Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, SpM (K) atas temuan penelitiannya. Selanjutnya, temuan mendetail mengungkapkan bahwa 26% pelajar SMA di DKI Jakarta terindikasi masalah dengan teman sebaya sebab ada faktor tidak memiliki teman baik atau sering mengalami gangguan oleh rekan sekolahnya. Hal tersebut diperparah karena 81% pelajar menghadapi masalah tidak percaya diri dan sebanyak 74,9% pelajar menghadapi masalah dengan orang terdekat atau keluarga.
Masalah kesehatan mental yang dihadapi membuat diperlukannya penanganan dan pencegahannya. Yayasan BUMN meluncurkan program "Mendengar Jiwa" yang memiliki fokus untuk mengatasi tantangan kesehatan mental remaja di Indonesia melalui pendekatan holistik, termasuk deteksi dini melalui skrining kesehatan mental, inisiatif penelitian, kampanye edukasi dan kesadaran, serta pengembangan sistem dukungan komunitas di dalam lembaga pendidikan sebagai solusi berkelanjutan terhadap masalah kesehatan mental. Objektif dari kegiatan tersebut diakomodasi melalui sub-program yaitu Zona Mendengar Jiwa.
Temuan kajian Yayasan BUMN mengungkapkan bahwa sebanyak 55,5% pelajar memutuskan untuk melakukan curhat ke teman sebaya, curhatan tersebut biasa seputar masalah percintaan, pertemanan, dan akademis. Kajian Yayasan BUMN tersebut menjadi perhatian lebih yayasan pada kegiatan riset seputar kesehatan mental remaja pada siswa SMA, akan tetapi temuan berkonotasi positif mengungkapkan bahwa 8 dari 10 pelajar SMA di Jakarta terbukti memiliki kemampuan berinteraksi positif dengan orang lain. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan mempertimbangkan perasaan orang lain, suka menolong, dan menawarkan diri untuk membantu orang. Kemampuan prososial yang tinggi bisa menjadi potensi untuk memberdayakan pelajar sebagai peer counselor.
Kajian ini juga menemukan bahwa 7 dari 10 pelajar SMA belum pernah ke ruang BK karena 35% siswa memiliki stigma bahwa ruang BK hanya untuk siswa yang bermasalah saja dan 37% siswa merasa tidak membutuhkan ruang BK, padahal nyatanya 65,7% pelajar SMA butuh mengenali tanda permasalahan kesehatan jiwa dan 52,8% pelajar membutuhkan informasi berkaitan dengan cara merawat kesehatan jiwa sebagai pelajar dan remaja. Atas kesenjangan permasalahan tersebut, Zona Mendengar Jiwa direkomendasikan untuk dijalankan dengan sebuah pedoman yang diharapkan dapat menjadi ruang untuk pelajar SMA menangani permasalahan kesehatan mentalnya. Dalam Zona Mendengar Jiwa, terdapat 2 subjek yang turut serta, yaitu Guru BK / Bimbingan Konseling dan Teman Sebaya di sekolah. Teman sekolah diharap dapat menjadi tempat diskusi antar sesama pelajar dan guru BK diharap dapat menjadi ruang konseling bagi siswa agar lingkungan sekolah menjadi zona nyaman untuk kesehatan mental pelajar SMA.
Pada akhirnya, institusi sekolah dapat menyelenggarakan Zona Mendengar Jiwa untuk penanganan dan pencegahan permasalahan kesehatan mental, seperti ruang edukasi dan kampanye kesehatan mental, ruang pelatihan guru & konselor sebaya, platform skrining kesehatan mental, fasilitas konseling siswa, dan alat untuk melakukan monitoring. Harapan pasca terlaksana inisiatif Zona Mendengar Jiwa ini dapat menurunkan angka indikasi gangguan kesehatan mental pada remaja, khususnya remaja perempuan karena siswa SMA perempuan 2,5 kali lebih besar terkena indikasi tersebut dan dapat meningkatkan angka partisipasi siswa untuk mengakses layanan kesehatan jiwa karena data terbaru menyatakan 6 dari 10 pelajar SMA tidak pernah mengakses layanan kesehatan jiwa dan terbukti memiliki indikasi gangguan perilaku dan gangguan emosional. Sejatinya, bersamaan dengan temuan sekolah sebagai lokasi dominan dan pelajar SMA suka menjadi tempat bercerita untuk pelajar lainnya, maka Yayasan BUMN menciptakan inisiatif bernama Zona Mendengar Jiwa yang merupakan salah sub-program dari Mendengar Jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H