The entrenchment of literacy in a society appears to result not only in new quantities, but new kinds of texts and new perceptions and uses of texts. these, in turn, change the way we understand the past and, therefore, ultimately the present. [William A. Graham, Beyond the Written Word: Oral aspects of scripture in the history of religion (Britain: Cambridge University Press, 1987), 17]
Kutipan argumen Graham di atas secara jelas ingin menunjukkan bahwa tulisan (baca: tradisi tulis) tidak hanya merubah jumlah, jenis, persepsi dan penggunaan teks tetapi juga berimbas pada pola fikir kita terhadap masa lalu dan masa sekarang.
Bagaimana bisa?
Graham menjelaskan bahwa budaya tulis tidak hanya merubah jumlah dan jenis informasi serta gagasan yang dikumpulkan oleh suatu peradaban, tetapi juga cara cerna dan penggunaan informasi tersebut. Hal ini jelas dari sejarah peradaban manusia, di mana ketika memori tidak lagi mampu menyimpan begitu banyak data peradaban yang ada, tulisan datang 'membereskan' hal tersebut dengan konsekuensi perubahan konsepsi 'masa lalu,' 'masa sekarang' dan 'individu' itu sendiri.
Pada sebuah masyarakat oral, suatu tradisi budaya ditransmisikan melalui pola interaksi face to face (tatap muka), sehingga segala perubahan yang terjadi dalam proses transmisi tersebut dapat diminimalisir. Sementara, pada masyarakat tulis, mereka tidak mampu melakukan pola transmisi kebudayaan dengan cara yang sama. mereka sangat bersandar dengan apa yang sudah terekam dan 'ditetapkan' oleh suatu teks tulisan. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa literasi telah merubah hubungan masyarakat dengan masa lalunya. Hal ini jelas dari perbedaan seorang pembaca (reader) dan seorang pendengar (listening audience).
Seorang pembaca, dalam proses mengolah informasi, akan merasakan dan menemukan hal yang berbeda dari seorang pendengar informasi yang sama. Contoh sederhananya, tentu reaksi Anda akan sangat berbeda ketika Anda mendapat surat dari orang terkasih Anda tentang suatu kabar dengan saat di mana Anda mendapat telepon dan mendegar langsung kabar tersebut dari suara (merdu) kekasih Anda.
Perubahan tradisi oral ke tradisi tulis, menurut Graham, tidak bergantung pada kemampuan mental (mental capacities) suatu masyarakat (baik oral maupun tulis). tetapi lebih kepada ketersediaan suatu teknologi baru yang membantu pengolahan informasi.
Dinamika perubahan tradisi oral ke tradisi tulis juga kita temukan dalam agama. Tentunya dengan berbagai implikasi yang lahir dari perubahan tersebut.
Dalam teologi Islam, agama oral merupakan tradisi asli agama Islam. Umat Islam tentu mengenal sejarah transmisi wahyu pertama kepada Nabi Muhammad dengan menggunakan medium oral. Bisa dibayangkan jika yang turun ketika itu adalah suatu tulisan, di mana saat itu Muhammad adalah seorang yang tidak bisa membaca dan menulis, mungkin Islam tidak akan (jadi) ada di muka bumi ini.
Agama oral ini, atau Islam oral, dilanjutkan oleh para utusan mulai dari Adam a.s hingga Muhammad S.a.w. di mana firman-firman Allah ditransmisikan oleh para utusan kepada segenap umat manusia melalui lisan para Nabi-Nya.
'Islam oral' ini dalam sejarahnya perjalanannnya kemudian mulai sedikit bercampur dengan tradisi tulis ketika para sahabat mulai menuliskan firman-firman Allah di berbagai medium yang tersedia ketika itu. Hingga kemudian datang masa di mana, mau tidak mau, masyarakat saat itu (akhirnya) harus mulai serius menuliskan firman-firman Allah dan mengkodifikasikannya. Saat itulah mulai 'Islam tulis' muncul dalam sejarah peradaban umat Islam.