Lihat ke Halaman Asli

Financial Fair Play, Akan Membuat Lebih Adil?

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1391764923749684254

UEFA baru baru ini mulai menerapkan kebijakan mengenai pengaturan keuanagan klub yang bernama Financial Fair Play. Kebijakan ini pada dasarnya sudah dibicarakan pada tahun 2013 namun pada tahun 2014 lah kebijakan ini mulai masuk pada fase pertama yaitu fase monitoring. Jadi UEFA sebagai otortitas sepak bola Eropa akan mulai serius meneliti lebih dalam status keuangan klub-klub yang berada di bawah naungannya. Sebenarnya apa itu Financial Fair Play, sederhananya kebijakan ini memiliki 3 prisnisp yaitu

Pertama klub tidak boleh merugi,

Kedua klub haus bisa mandiri denagn mengandal pendapatan asli sepak boal yaitu gate receipt, media, commercial yang dengan kata lain melarang pemilik klub bisa menginjeksi langsung dan pada klub.

Ketiga, pada dasarnya hutang masih di izini selama kerugian tersebut maksimal 45 juta euro dalam 3 tahun dan klub memiliki kemampuan membayarnya. Klub yang mengalami angka kerugian melebihi ambang batas tersebut akan mendapatkan sanksi beragam yang dalam bentuk paling beratnya adalah larangan berpartisipasi pada kejuaraan antar klub Eropa. Batas minimum kerugian tersebut akan terus diperkecil dari tahun ke tahun, sehingga pada akhirnya klub tidak boleh beroperasi dengan kerugian.

Kebijakan ini dikeluarkan karena banyak transfer-transfer di Eropa mulai tidak sehat. Hal ini dapat dilihat banyak nilai transfer yang tidak masuk akal sampai 100 juta Euro. Hal ini tidak terlepas dari banyak klub yang telah di akusisi oleh orang-orang kaya seperti Shyek Mansour yang beli Manchester City, Abrahamovic membeli Chesea, PSG dll. Apalagi fenomena ini dibarengi dengan perekonomian yang sedang lesu sehingga ada ketidak etisan dalam fenomena ini. Akan tetapi pada dasarnya UEFA memiliki dilema karena tidak seperti kompetisi tertutup ala Major Leage Soccer, kompetisi UEFA menggunakan sistem terbuka dimana ia turut mengadopsi hukum pasar bebas dan tenaga kerja bebas. Hal inilah yang membuat UEFA pada dasarnya sulit untuk memberlakukan pembatasan seperti salary cap maupun pembatasan pemain asing sehingga yang mereka bisa atur adalah bagaimana klub tidak berada pada posisi rugi.

Namun apakah FFP ini akan efektif sehingga kompetisi di Eropa akan lebih adil ? Pada kenyataannya kebijakan ini memiliki celah yang bisa akali oleh para pemilik klub yang kaya raya. Banyak startegi yang diterapkan oleh klub untuk mengakali kebijakan ini seperti mega sponsorship deal. Hal ini terlihat dimana Manchester City telah mengikat mega-sponsorship deal dengan Etihad, sponsor utama mereka. Kerjasama senilai 40 juta euro per musim berdurasi 10 tahun yang dipertanyakan oleh Arsene Wenger ini dimana Arsenal hanya mendapat 6 juta per tahun dari Emirates. Nilai kontrak tersebut akan menjadi dana yang halal untuk klub yang sering laper mata berbelanja pemain. Atau juga apa yang dilakukan PSG dimana ia mengikat kontrak kepda perusahaan Qatar yaitu Qatar Tourism Authority (QTA) yang disebut nilai kontraknya mencapai 200 juta Euro. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya FFP tidak Akan Membuat Klub Berhemat, Melainkan Memotivasi Klub Mencari Sumber Dana Baru. Selain itu juga kebijakan FFP ini tidak akan membuat klub kecil pada akhirnya mampu menandingi klub besar. Klub besar semakin besar dan klub kecil semakin kecil. Hal ini disebabkan karena banyak kebijakan nilai transfer yang tidak masuk akal, yang membuat klub-klub kecil tidak memiliki daya tawar yang tinggi. Jadi apa yang terjadi pada Gareth Bale dengan 100 juta Euro bukanlah hal yang melanggar FFP selama Madrid bisa menunjukan laporan keuangannya tetap sehat.

Jadi ada atau tidaknya kebijakan FFP ini tidak akan menahan lajuanya komersialisasi sepak boal dimana klub – klub sepak semakin menjadi papan iklan berlari. Klub sepak bola layaknya galeri perusahaan dimana munculnya logo-logo perusahaan dalam jersey, sign-age raksasa di stadion, hingga nama stadion yang juga memakai nama perusahaan. Hal inilah yang membuat sepak bola semakin mahal. Harga tiket mahal, jersey mahal, marchendise mahal dan hak siar menjadi mahal sehingga tv – tv lokal akan berpikir dua kali untuk membeli hak siar.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline