Lihat ke Halaman Asli

Fadhil Muhammad Indrapraja

Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Ekonomi Kreatif dan Pelindungan Kreativitas

Diperbarui: 28 November 2019   17:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ekonomi Indonesia Masa Kini

Paradigma pembangunan ekonomi Indonesia tidak boleh lagi mengandalkan paradigma ekonomi tradisional. Paradigma ekonomi tradisional terlalu bertumpu pada pemanfaatan sumber daya alam yang bersifat terbatas dan ekslusif, sehingga konsisten menghadirkan berbagai permasalahan sosial dan lingkungan. Pembangunan ekonomi Indonesia perlu dialihkan ke paradigma baru, yakni ekonomi kreatif.

Ekonomi kreatif mengandalkan kreativitas manusia sebagai faktor produksi utama. Hal ini menjadikan ekonomi kreatif bersifat tidak terbatas dan inklusif. Tidak terbatas karena semakin dimanfaatkan, kreativitas tidak habis dan mampu memicu munculnya kreativitas-kreativitas baru. Kamil Idris mantan Direktur Jenderal World Intellectual Property Organization (WIPO) dalam buku yang ditulis oleh John Howkins berjudul The Creative Economy menyatakan "It is a simple formula: to live, we must create."

Bersifat inklusif karena kreativitas merupakan talenta universal. Setiap orang memiliki daya kreativitas, tanpa batasan umur, gender, tingkat pendidikan, atau kedudukan sosial. Artinya, setiap orang memiliki peluang yang sama dalam ekonomi kreatif. Keunggulan inilah yang diyakini membuat Presiden Joko Widodo optimis dan menggagas agar ekonomi kreatif dapat menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

Akhir-akhir ini, sektor ekonomi kreatif melahirkan banyak anak muda Indonesia yang fenomenal. Kita ambil dua contoh. 

Pertama, Jess No Limit seorang professional gamer sekaligus youtuber yang di usia sangat muda berhasil meraih uang miliaran rupiah dari keahliannya bermain game mobile legend lalu mengunggah tayangan ia bermain game ke akun youtube-nya. 

Kedua, Brian Immanuel atau yang dikenal dengan nama Rich Brian. Anak muda ini berhasil menembus industri musik dunia. Salah satu albumnya pernah merajai peringkat iTunes untuk kategori musik hip hop. Dua anak muda ini, merupakan contoh mikro betapa menjanjikannya sektor ekonomi kreatif. Dalam skala makro, ekonomi kreatif juga menunjukkan pertumbuhan yang positif. Tahun 2019, PDB ekonomi kreatif diproyeksikan menembus 1.211 triliun rupiah (Badan Ekonomi Kreatif, 2019: 14).

Ekonomi Kreatif dan Pelindungan Kreativitas

Sebagai faktor produksi utama dalam ekonomi kreatif, hasil kreativitas atau produk kreatif menjadi kekayaan atau aset usaha yang tidak berwujud. Dalam terminologi hukum, kekayaan tidak berwujud ini dikenal dengan istilah kekayaan intelektual. Kekayaan intelektual ini dapat bertransformasi menjadi hak ekslusif yang dimiliki oleh individu/kelompok, serta diberi pelindungan hukum. Hak ekslusif sebagaimana dimaksud dikenal dengan istilah hak kekayaan intelektual (HKI). Ketika individu atau kelompok memiliki HKI, maka orang lain dilarang menggunakan HKI tersebut, terlebih untuk tujuan komersial, tanpa seizin pemilik HKI.

HKI memiliki kaitan yang sangat erat dengan ekonomi kreatif. Faktor produksi utama dalam ekonomi kreatif adalah produk kreatif yang seyogyanya dilindungi sebagai objek HKI. Jika tidak dilindungi, maka pihak lain dapat menggunakan produk kreatif tersebut secara bebas. Hal ini akan menjadi disinsentif bagi upaya pengembangan ekonomi kreatif. 

Gairah pelaku ekonomi kreatif untuk berinovasi dan mengelola produk kreatifnya akan berkurang. Terlebih bila pemilik atau pencipta produk kreatif tersebut telah mengeluarkan dana besar untuk menghasilkan dan mengembangkan produknya. Sebaliknya, jika dilindungi, maka pemilik HKI memiliki kontrol penuh untuk mengelola dan melarang orang lain untuk menggunakan HKI-nya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline