Sebagai seorang mahasiswa pengguna kendaraan roda dua di Jatinangor, seringkali saya bepergian dan berhenti di sekitar Jatinangor untuk membeli sesuatu. Dan hampir di setiap titik tempat saya berhenti, ada juru parkir liar yang menunggu.
Menurut saya pribadi, terkadang adanya juru parkir liar ini cukup merugikan, apalagi dengan kondisi saya yang seringkali cashless karena mayoritas segala perjualbelian di Jatinangor sudah maju–bisa membayar tanpa menggunakan uang tunai–sehingga saya tidak merasa perlu untuk menyediakan uang tunai setiap waktu.
Karena misalnya, dalam sehari pergi saya berhenti tiga kali di tiga tempat yang berbeda. Saya harus mengeluarkan uang Rp6.000 untuk membayar parkir, padahal waktu saya berhenti tidak cukup lama. Dan yang membuat saya merasa dirugikan juga adalah beberapa tukang parkir ini tidak membantu, seperti saat kami datang ia tidak ada dan saat kami keluar mereka baru datang hanya untuk “meminta uang”.
Sebenarnya di beberapa tempat lain, ada juru parkir yang membantu, seperti membantu orang menyebrang jalan, merapikan motor, dan membantu mengeluarkan motor, tapi hanya bisa dihitung jari dan kebanyakan adalah juru parkir yang resmi. Karena hal ini, saya merasa juru parkir liar harus lebih ditertibkan dan diresmikan oleh tempat adanya juru parkir tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H