Lihat ke Halaman Asli

Fadhil Alman Ramadhan

Mahasiswa Telkom University Program Studi S1 Teknik Biomedis

Civil War (2024): Racikan Sudut Pandang Lain yang Menakjubkan dari Alex Garland

Diperbarui: 12 Januari 2025   13:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.rogerebert.com/wp-content/uploads/2024/07/Civil-War.jpg

Apa yang kira-kira pertama kali terlintas di pikiran anda tentang film perang? pasti tentang adegan saling menembak yang didasari oleh konflik kedua belah pihak. Yapp betul, tetapi Film yang didirekturi dan ditulis oleh Alex Garland ini akan membawa anda ke suasana yang sangat berbeda. Bukan sudut pandang tentang tentara Amerika, tetapi wartawan yang ikut meliput ke dalam medan perang. Selain membawakan sudut pandang yang menarik dan beerbeda dalam dunia film, film dari perusahaan produksi dan distribusi film yang sama dengan Everything Everywhere All at Once yakni A24 ini juga dibintangi oleh Kristen Dunst sebagai Ellie, Wagner Moura sebagai Joel, Cailee speany sebagai Jesse, Stephen Mckinley Henderson sebagai Sammy, dan banyak bintang lainnya seperti Jesse Plemons, Nick Offerman, Karl Glusman, Sonoya Mizuno, dan Jefferson White. Yang pastinya dengan beberapa bintang film di dalamnya menambah kesan nilai plus tersendiri dari karakter yang dibawanya kepada penonton. 

Membawa cerita pertempuran yang telah berkecamuk dalam periode yang cukup lama hingga melubangi dan merobek wajah kota dan orang-orang di Amerika. Di tambah dengan adegan pembukaan film yang kacau dan epik cukup untuk merepresentasikan bagaimana panasnya konflik yang sedang terjadi di negeri Paman Sam ini. Yang dibakar dalam film ini adalah gagasan Amerika itu sendiri, bukan monumen-moumen sungguhan yang benar-benar diledakkan dengan rapi dalam Civil War ini. Seolah-olah Alex Garland menyajikan kepada penonton dalam layar kaca kebencian terhadap gagasan Amerika sebagai medan perang. Banyak adegan bercucuran darah yang pastinya sudah tidak perlu ditanyakan lagi kenapa darah itu keluar. Suara ledakan bom, tembakan peluru, dan suara lemparan granat entah bagaimana dengan kecerdikan Alex Garland kita dapat benar-benar merasakan bagaimana kondisi nyata dalam perang dengan komposisi suara yang sangat pas. Yang terpenting dari film ini adalah dari wartawan yang meliput karena film ini membawa peran pentig ke titik sudut para wartawan yang sedang ada di medan perang. Transisi bagaimana para wartawan di sini mengambil foto korban, pelaku, dan situasi perang memang patut diacungi dua jempol. Bahkan kita tidak hanya disajikan bagaimana para wartawan itu sendiri, tetapi hasil jepretan foto para wartawan juga disajikan di Civil War ini. Catatan perjalanan mengerikan sepanjang film dengan para tokoh utama kita yang pada setiap pemberhentian dihadapkan dengan beberapa insiden baru yang menjengkelkan dan juga mengejutkan terasa seperti provokasi tersendiri pada film ini. Bagian dari kengerian itu sendiri adalah bagaimana mereka dapat melewati dengan kemampuan para tokoh yang terlibat dan film ini seperti menggambarkan para tokohnya, meluncur melewati setiap sketsa mengerikan dengan semangat yang tidak akan terganggu. 

Film Civil War mendapat kritik karena tidak memiliki perspektif politik dan tidak menunjukkan posisi pihak-pihak yang bertikai secara jelas, yang membuat konflik terasa tidak kontekstual. Namun, apakah penonton benar-benar menginginkan film yang menguntungkan mereka atau apakah politik karakternya terlalu rumit? Meskipun Alex Garland memasukkan beberapa berita nyata tentang kerusuhan di Amerika Serikat, fokus utamanya adalah bagaimana media menggambarkan zona konflik internasional. Metode ini menghasilkan gambaran ironis tentang bagaimana orang Amerika bertindak, seperti yang kita lihat dalam konflik di Vietnam, Lebanon, Irak, dan Gaza. Bukan hanya tentang kemungkinan perang di Amerika Serikat, tetapi juga tentang bagaimana kita menghindari mengalami tragedi semacam itu. Film ini lebih merupakan ajakan untuk berpikir kembali, meletakkan penonton di tempat orang lain dan bertanya mengapa kita sering kebal terhadap penderitaan yang seharusnya menyentuh hati kita.

Penulis: Fadhil Alman Ramadhan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline