"Saya heran dengan Aqil Siradj itu. Mahfud itu bukan kader NU katanya, tapi begitu ketemu Setya Novanto dikasih Kartu NU. Enggak daftar pun dikasih..."
"Saya ini orang NU tetapi mau berangkat bukan sebagai kader NU tapi kader bangsa. Kenapa NU mengancam ngancam, ini kesan saya. Sehingga saya bilang di NU banyak guyonan sehingga saya merasa tidak sakit hati tapi senang mengungkap ini saya lahir batin saya NU," tutur Mahfud MD dalam program Indonesia lawyer club (ILC) TV One 14 agustus 2018.
Begitu kutipan curahan hati Pak mahfud dalam ILC. Meski berkata "tidak sakit hati" tetapi beliau itu Madura. Orang Madura tidak bakat menyembunyikan kekecewaan bahkan ketersinggungannya. Berbeda dengan orang Jawa yang bisa menerapkan falsafah "nrimo Ing pandum".
Selama mengungkapkan perasaan dan curahan hati di ILC, tidak pernah sekali pun Pak Mahfud menyebut nama Said aqil siradj dengan gelar "kyai". Adapun ketika menyebut nama Ketum PKB, beliau awali dengan "Cak".
Selain itu, beliau mengaku tersinggung dengan Ketum PPP. "Yang mungkin saya agak sedikit tersinggung justru pernyataan Ketua PPP, Romy. Begitu (saya) keluar dari ruangan, 'Pak Mahfud itu kan maunya sendiri, bikin baju sendiri, siapa yang nyuruh'. Saya agak tersinggung itu," (sumber : kumparan 15/8/2018).
Bukan Pak Mahfud saja yang jadi korban Php (pemberi harapan palsu). Awal-awal penyusunan kabinet kerja, Maruarar sirait juga batal menjadi Menkominfo. Padahal sudah tiba di istana negara dengan mengenakan kameja putih lengan panjang. Ada isu batalnya pelantikan Maruarar karena Ketua Fraksi Puan Maharani sudah ditunjuk menjadi Menteri Koordinator Pengembangan Manusia dan Budaya (Berita satu 27/10/2014).
Hingga detik ini, Maruarar belum membuka ke publik soal batalnya ia jadi menteri. Sementara pak Mahfud blak-blakan di hadapan Nusron, Masinton, Pak Effendy ghazali, pak Lukman Edy, pak Rocky gerung, pak Hinca (sekjen partai Demokrat), mas Hanafi rais, pak Mardani ali Sera dan jutaan rakyat Indonesia yang menyimak program ILC.
Pertanyaannya, mengapa sesama NU saling sikut?. Bukankah mereka dibesarkan di lingkungan santri (pondok), bergelar Kyai, dan pastinya paham ilmu agama dan etika (adab). Teman yang baik tentu akan mempersilahkan teman yang lebih kompeten untuk maju dan dipilih jadi Cawapres. Bukan malah sebaliknya. Menjatuhkan, mematikan potensinya dan menganggap bukan bagian dari kelompoknya.
Terhadap teman yang jahat, ada baiknya kita jaga jarak dan rajin berdoa :
"Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hari yang buruk, malam yang buruk, waktu yang buruk, teman yang jahat dan tetangga yang jahat di tempat tinggal tetapku." (HR. At-Thabrani).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H