Lihat ke Halaman Asli

Agar Orang Kaya Menyekolahkan Anaknya ke Muhammadiyah

Diperbarui: 16 November 2017   18:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

arsip

Akhir bulan oktober masih diberi kesempatan bertemu kerabat saya Bpk Syai'in kodir. Walau lajang dan usianya lebih muda 2 tahun, tetap saya gelari "bapak" karena beliau kini menjadi Kepala sekolah. Alumnus UMM malang ini melakukan langkah berani di lembaga yang ia pimpin. SD Muhammadiyah 3 Malang yang awalnya mati suri, ia bangun kembali dengan nama SD Muhammadiyah 3 As-Salaam Arjosari. Lembaga yang bangkit dari tidur panjangnya ini berani bersaing dengan beberapa SD swasta favorit di kota Malang.

Tahun pertama membesarkan sekolah ia jalani dengan 2 personel. Dia sendiri dan seorang guru perempuan. Sehari-hari menjadi Kepsek, guru, hingga merangkap jadi cleaning service ia jalani dengan sepenuh hati. Tahun pertama mendapat lebih dari 13 murid dengan mematok SPP 200 ribu dan uang gedung 4 juta rupiah. Tahun kedua untuk  menggaet siswa baru dengan metode Door to door. Ia mendapat lebih dari 20 murid. Sekolah ini pernah digratiskan, diluar dugaan hanya memperoleh 3 murid. "Sekolah muhammadiyah harus berani mahal dan harus menjaga amanah wali murid". Ujarnya.

Barangkali ada orang yang mencibir kebijakan Bpk Sya'in. "Buat apa SPP mahal jika tak terjangkau bagi orang miskin..." "Kalau SPP mahal, anakku dapat apa?" "Ada-ada saja kepala sekolahnya, emang dia lupa kandungan surah al-Maun?". Merintis sekolah mahal itu lebih rumit ketimbang sekolah yang murah apalagi tanpa dipungut biaya sepeser pun. Kepala sekolah yang merintis sekolah berbiaya mahal akan berfikir keras tentang 2 hal :

  • biaya operasional tiap bulannya
  • wujud nyata dari SPP mahal.

Memasuki tahun kedua, jumlah personel SD Muhammadiyah 3 As-Salaam Arjosari telah bertambah. Dari 2 orang menjadi 5 orang. 1 laki laki dan 4 guru perempuan. Sudah termasuk personel yang merangkap sebagai guru mengaji dan Admin IT sekolah. Dari pengalaman bpk Syai'in, rahasia agar orang kaya mau menyekolahkan anaknya di SD Muhammadiyah hanya butuh 2 cara : 1) Pelayanan yang baik, 2) segera tampilkan perkembangan dan prestasi anak

"Foto si anak bisa qiroah di podium dishare di grup WA mereka sudah sumringah". Dalam lomba Pekan Taaruf Pelajar Muhammadiyah (PETAPEM) tahun 2017 di Ponpes Muhammadiyah al-Munawwaroh malang, murid-murid yang ia bawa untuk ikut lomba meraih juara 2 baca puisi, juara 2 paduan suara dan juara 3 cerdas cermat.

Jika seorang kepala sekolah (kepsek) mampu merealisasikan 2 hal tadi, wali/orang tua murid akan antusias membantu berbagai agenda/kegiatan sekolah. Boleh jadi, bpk Syai'in adalah satu satunya kepsek Muhammadiyah di Malang raya yang berani berlakukan "sekolah tanpa PR". Kebijakan ini pernah dipertanyakan oleh wali murid. Lantas ia jawab, "anak bisa kami beri PR jika orang tua bersedia mendampinginya saat mengerjakan. Apakah anda sanggup?" Kata bpk Syai'in kepada salah satu wali murid yang berangkat bekerja dan pulang tidak sempat melihat sinar matahari.

Kini, sebagian wali Murid meminta diterapkan sistem full day school. Tapi belum ia kabulkan karena kendala SDM dan belum dbuatnya program-program ketika nanti lemabganya diberlakukan full day school. Saya pribadi tidak sepakat dengan full day school. Karena kemampuan atau daya serap manusia terbatas dari pagi hingga jelang dhuhur. Alangkah baiknya jika jam pelajaran anak anak di jenjang sekolah Dasar dipersingkat. Cukup 3 jam dan usahakan guru bisa memberi pemahaman sehingga muridnya tak perlu ikut les privat lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline