Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Fadeel Aribowo

Research Associate di Nudgeplus

Tiga Manula dan Behavioral Science di Singapura

Diperbarui: 19 Agustus 2023   14:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang terlintas di pikiran Anda ketika mendengar negara Singapura?

Kalau Anda pernah membaca buku Tiga Manula: Jalan-jalan ke Singapura karya Benny Rachmadi, mungkin Anda akan membayangkan sebuah negara yang sangat disiplin dengan seribu larangannya. Misalnya ketika Sanip yang memakan permen karet kena denda sekitar $500 dollar Singapura atau ketika Sanip --- lagi-lagi dia --- membawa buah durian ke penginapannya.

Dalam buku tersebut, tiga kakek-kakek ini kesulitan untuk mengikuti peraturan-peraturan yang ada, namun pada akhirnya mereka dapat beradaptasi dan mematuhi peraturan-peraturan yang ada. Apa yang membuat perilaku mereka berubah? Apa yang membuat Waluyo --- salah satu kakek --- rela menunggu lampu hijau tanda menyebrang di Tengah malam yang sepi di China Town?

Kok Waluyo dan 6 juta penduduk Singapura patuh dengan peraturan yang ada?

Nah, di sinilah kita harus berkenalan dengan rumpun behavioral science dan implementasinya pada public policy. Karena, mustahil kita bisa mengerti "kepatuhan" Liem, Waluyo, dan Sanip tanpa ilmu ini.

Behavioral science merupakan ilmu yang membahas mengenai aspek perilaku dari diri seseorang atau masyarakat. Tidak terlalu sibuk dengan urusan otak manusia, tapi sangat sibuk dengan hubungan antara pikiran dan perilakunya dalam ruang lingkup sosial. Behavioral science --- saya sangat ingin mengambil mata kuliah ini --- seringkali dihubungkan dengan berbagai ilmu aplikatif lainnya, seperti consumer behavior, sociology, dan public policy. Ada juga salah satu teknik behavioral science yang sangat digemari oleh orang-orang, yaitu nudge.

Nudge bisa membuat kita mengarahkan orang lain tanpa ia sadari bahwa mereka sedang diarahkan! Misalnya saja, di India, memberikan perbandingan antara penggunaan listrik rumah Pak Singh dalam satu bulan dengan rata-rata penggunaan listrik beberapa rumah lain di sekitarnya --- yang lebih tinggi --- dapat membuat Pak Singh merasa harus menurunkan penggunaan listrik per bulan rumahnya. Dan tentu menasehati anaknya untuk tidak kebanyakan menyalakan AC (tokoh dalam cerita ini hanya fiksi...).

Kembali ke Singapura, mereka memiliki lebih dari 10 tim behavioral science yang tergabung di beberapa kementrian negara. Hal ini memudahkan mereka dalam membuat kebijakan yang disertai nudge untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

Tentunya di samping kemajuan teknologi yang diaplikasikan, teknik nudge juga digunakan sebagai optimalisasi dari segala kebijakan yang telah dibuat.

Pada tahun 2016, pemerintah Singapura memiliki program untuk mengurangi penggunaan karbon. Selain memberikan pajak yang tinggi pada perusahaan yang menggunakan banyak karbon, mereka juga membuat program Project Zero Carbon untuk masyarakat. Nah, program tersebut juga menggunakan teknik nudge agar penggunaan listrik rumahan berkurang. Dengan teknik tersebut, rata-rata penggunaan listrik rumahan di Singapura turun hingga 3%! Hal ini bahkan berlanjut hingga 4 bulan lamanya.

Bagaimana dengan di Indonesia?

Sayangnya, tim behavioral science belum banyak. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh www.behavioralteams.com, hanya ada lima tim behavioral science di Indonesia, salah satunya adalah nudgeplus.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline