Lihat ke Halaman Asli

Aku, Motorku, dan Pom Bensin

Diperbarui: 16 Juli 2020   18:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Muhammad Fachrul Hudallah

Etnokartunologi.com

            Rintik-rintik hujan turun tanpa ada undangan di depan bangunan baru, tepatnya di desa Kalialang, Semarang. Banyak yang telah mengetahui keberadaan desanya, tetapi sedikit yang mengetahui kontrakanku. Tempat tinggalku di Semarang dekat sekali dengan kandang kambing. Setiap diriku membuka pintu kayu kontrakan, disitu pula terlihat kambing secara jelas.

            Diriku menunggu hujan reda hingga terdengar suara adzan maghrib. Berbincang dengan temanku sangat menyita waktu. Jam berputar begitu cepatnya. Sembari menunggu hujan reda, kita berdialektika.

            Dompetku serasa kering seperti dehidrasi. Tetapi, mungkin masih ada sisa minuman, sedikit. Diriku tidak bisa menjamu temanku dengan kopi ataupun rokok. Diriku hanya bisa menawarkan air tawar yang tersedia di belakang.

            Telepon genggamku berbunyi dengan keras. Memang, tadinya diriku pasang untuk mengingatkan waktu pulang ke rumah. Alarm menunjukkan pukul 08.00 WIB. Diriku minta diri untuk pergi ke rumah asalku, kota Kretek.

            Keramaian jalanan kota ku trobos dengan semangat tinggi karena akan bertemu dengan keluarga. Aku yakin, bensinku masih penuh karena paginya telah ku belikan pertamax dua puluh ribu.

            Ku mengendarai motor batman, supra 125 tahun 2009 dengan knalpot yang cukup berisik. Masker, helm, jaket ku pakai. Diriku memakai masker bukan karena takut tertular corona, tetapi hanya karena  takut terkena debu jalanan.

            Motorku berkendara cepat menyelip kendaraan di jalanan. Aku melewati salah satu kota jika mau sampai ke rumah, yaitu kabupaten Demak.

            Demak merupakan kota yang terkenal dengan Walinya, Sunan Kalijaga. Tetapi, jalan di kota Demak tidak semuanya mulus. Banyak liku-liku karena kendaraan besar dan kecil melewati jalan itu. Banyak juga lampu yang mati di sisi jalan, sehingga jalan tidak terlihat jelas. Apalagi, untuk mata kananku yang silinder dan kananku yang minus.

            Setelah melewati alun-alun kota demak, indikator bensin menunjukkan satu kedip-kedip. Artinya, bensin mau habis. Seharusnya aku bersiap-siap membeli bensin untuk perjalanan pulangku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline