Sore hari itu saya tertegun sejenak ketika melihat menu-menu makanan yang tertulis di papan nama segi empat yang berada persis di depan sebuah warung makan yang beraksen joglo. Di papan nama tersebut tertulis "Waroeng 17 Pitoelas, Spesial: Sego Golong, Sego Babon, Buto Galak, Cangkem Buto". Nama-nama makanan tersebut masih terasa asing di telinga, karena saya belum pernah mendengar sebelumnya. Khususnya terasa asing di lidah karena memang belum pernah juga merasakannya. Rasa penasaran terhadap makanan-makanan tersebut seakan mengubur rasa lelah saya setelah perjuangan membelah macetnya yogyakarta untuk menuju tempat ini, tak sabar rasanya ingin segera mengunyah-ngunyah buto galak dan merobek-robek cangkem buto, hehe...
Kesan pertama kali ketika melihat Waroeng Pitoelas adalah asri dan sejuk karena dikelilingi area persawahan, bentuk warung joglo dengan segala atribut kekunoannya menambah gaya eksotis yang mampu memanjakan mata dan suasana. Tempatnya memang cukup jauh dari pusat kota Yogyakarta, tepatnya di Kalitirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta. Tapi tempat ini sangat cocok untuk kamu yang ingin menikmati suasana dan makanan yang beraroma khas pedesaan. Saya beruntung bisa merasakan atmosfir kesejukan dan kesedarhanaan waroeng pitoelas di sore hari itu, bersama teman-teman Blogger Jogja, saya berkesempatan untuk mencicipi makanan khas waroeng pitoelas yang menurut saya sangat djawani dan ngangeni.
Sebagai permulaan dibukanya Waroeng Pitoelas, maka diadakanlah acara Soft Launching dan syukuran dengan mengundang rekan-rekan Blogger Jogja dan beberapa anak yatim. Bu Sinta, sang owner Waroeng Pitoelas menjelaskan bahwa nama warungnya merupakan wujud sebuah pengharapan pitulungan (pertolongan) dan kawelasan (belas asih) kepada Tuhan. Harapannya dengan nama itu, usahanya bisa diberi pertolongan dan kawelasan sehingga bisa lancar, laris dan langgeng. Selain itu. ibu Sinta juga ingin membangun kenangan lewat warung ini, maksudnya orang-orang-orang yang berkunjung ke Waroeng Pitoelas bisa tetap terkenang dengan konsep dan makanan yang berbeda dari warung makan lainnya.
Waroeng Pitoelas memang dikonsep sebagai warung khas pedesaan, lokasinya dikelilingi oleh area persawahan sehingga membuat suasana tenang dan jauh dari hiruk pikuk bisingnya perkotaan. Sambil menikmati makanan khas Waroeng Pitoelas, Pengunjung juga dimanjakan dengan pemandangan gunung merapi. Selain itu, lokasi warung ini juga menjadi lalu-lintas udara pesawat terbang yang lepas landas ataupun landing menuju bandara Adi Sutjipto, hal ini tentu membawa nuansa tersendiri akan ingatan masa lalu saya ketika masih kecil yang selalu gembira ketika melihat pesawat terbang lewat. Sebuah kombinasi yang sempurna bukan?
Saat-saat yang ditunggu akhirnya tiba, yaitu menyantap sajian khas Waroeng Pitoelas. Menu pertama yang saya cicipi adalah "Sego Babon", sego atau nasi putih yang dpincuk dengan daun pisang, pelengkapnya berupa suwiran daging ayam, sayur kates (pepaya), telur setengah, tahu putih ditambah taburan bubuk kedelai dan siraman kuah santan yang cukup pedas. Kemudian ada "Sego Golong", nasi putih yang sudah di kepal berbentuk bulat, sebagai temannya ada telur dadar segitiga, mie bihun dan kuah sayur kentang dan tempe. Rasa khas dari Sego Babon dan Sego Golong yang saya suka adalah rasa pedasnya yang terasa pas dan nikmat.
Selanjutnya mencicipi makanan yang dari tadi namanya bikin penasaran karena unik dan aneh, yaitu Buto Galak dan Cangkem Buto. Dan saya baru ngeh kalau Buto Galak itu adalah tahu isi, atau kalau di daerah saya (Jepara) biasa disebut tahu susur. Kenapa disebut buto galak? Mungkin karena ada sensasi rasa pedas yang diberikan di dalam bumbu isian tahunya, sehingga ketika sekali digigit orang akan tahu kegalakannya atau kepedasannya.
Dan yang lebih absurd lagi adalah Cangkem Buto, ketika melihat pertama kali bentuknya saya kira ini sejenis tahu juga tapi bentuknya cukup besar. Setelah saya kunyah ternyata adalah tempe gembus yang dibalut tepung dan juga diisi dengan sayuran seperti halnya buto galak. Rasa pedas juga terasa ketika pertama kali menggigit makanan ini. Seperti namanya Cangkem Buto, butuh mangap lebar-lebar untuk menelan dan memakannya.
Perut sudah terasa kenyang, waktunya melakukan penutupan yang sempurna dengan mencicipi makanan ringan yang segar dan minuman yang menghangatkan. Yuhuu di Waroeng Pitoelas ada Lotis alias Rujak yang disediakan secara gratis kepada para pengunjung . Irisan aneka buah yang cukup besar dengan dilumeri sambal dari gula merah membuat lotis ini terasa segar untuk dinikmati. Ditambah lagi dengan kehangatan teh kali yang manisnya terasa legit dan nikmat di lidah.
Sesuai dengan nama warungnya "Pitoelas", untuk bisa menikmati makanan-makanan diatas cukup dengan Rp.17.000 saja. Dengan harga 17 ribu kamu bisa mendapatkan paket Sego Babon, Sego Golong plus gratis Lotis dan teh hangat. Kabar gembira khusus untuk para ibu hamil, anda diberi keistimewaan untuk dapat menikmati makanan secara gratis di tempat ini. Belum puas dengan makanan-makanan yang sudah saya ulas di atas. Tenang, kamu bisa nyambi nyemil dengan memesan Telo Kasur dan Nugget Telo. Rasanya itu lho, empuk-empuk menggemaskan.
Itu tadi sedikit curhatan saya tentang pengalaman merasakan menu-menu super unik waroeng Pitoelas, buat kamu yang ingin merasakan sensasi melawan kegalakan Buto Galak dan ingin mengunyah-ngunyah cangkem buto, warung ini buka dari pukul 10.00 - 00.00 WIB. Untuk arah jalannya menuju kesana, cari aja di google map, pasti ketemu kok. Oh iya, untuk yang pengen kepoin Waroeng Pitoelas, bisa cek di websitenya di waroengpitoelas.com dan jungan lupa follow instagramnya di sini. Sekian dari saya, terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H