Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Fachri

Manusia biasa

Tentang Kebenaran

Diperbarui: 6 Agustus 2020   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

logodesignlove.com

Ada orang yang berpendapat bahwa kebenaran adalah suatu hal yang mutlak. Ada juga orang yang berpendapat bahwa kebenaran adalah suatu hal yang relatif. Namun aku memilih untuk bersepakat pada pendapat dari Soe Hok Gie, bahwa "kebenaran hanya ada di langit, dan dunia hanyalah palsu, palsu."

Kebenaran bagaikan wahyu, ia diturunkan oleh Tuhan dari langit kepada umat manusia, dan manusia kemudian membuat interpretasi-interpretasi terhadapnya. Sama seperti wahyu pada kitab-kitab suci yang memiliki banyak tafsir. Pun Tuhan juga menyatakan dalam Q.S. Al Baqarah: 216, bahwa "boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."

Dari ayat tersebut kita dapat mengetahui bahwa apa yang kita yakini sebagai kebenaran, sebenarnya bukanlah kebenaran. Begitu pula dengan sesuatu yang kita anggap salah. Memang, kebenaran dan kebaikan adalah dua hal yang berbeda. Namun seringkali kita menganggap apa yang kita yakini sebagai kebaikan adalah kebenaran, padahal tidak selalu begitu.

Dalam Filsafat Tiongkok kita mengenal suatu konsep yang sama, yaitu Yin dan Yang. Konsep tersebut memiliki lambang di mana di dalam warna hitam terdapat titik berwarna putih dan begitu sebaliknya. Selain itu juga antara warna hitam dan putih memiliki batas yang terlihat luwes dan tidak kaku.

Lambang tersebut melambangkan bahwa sesuatu yang kita anggap sebagai benar adalah tidak sepenuhnya benar. Begitu pula sebaliknya. Dan batas yang luwes antara hitam dan putih melambangkan bahwa anggapan kita tentang kebenaran dan kesalahan bukanlah suatu hal yang kaku. Bisa jadi hal yang kita anggap sebagai benar, secara bersamaan juga terdapat hal yang salah di dalamnya. 

Dari hal tersebut kita dapat mengambil suatu pelajaran bahwa tak perlulah kita merasa menjadi orang yang paling benar. Ketika sesuatu kita anggap benar, belum tentu orang lain menganggap hal tersebut sebagai kebenaran yang sama dengan kita. Sebab orang lain tentu juga memiliki nilai dan moralitas yang berbeda dengan kita terhadap suatu hal. Jangan karena kebenaran tersebut diakui oleh banyak orang, bukan berarti kebenaran akan hal tersebut adalah mutlak. Karena kebenaran yang semacam itulah yang disebut sebagai post-truth.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline