Lihat ke Halaman Asli

Pelajaran dari Bangkok dan Teheran: Refleksi Pemilu Kita

Diperbarui: 26 Juni 2015   20:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu pada hakikatnya merupakan sebuah pesta demokrasi rakyat untuk menentukan siapa pemimpin yang akan dipilih kelak dan dipilih karena dipercaya mampu mewujudkan cita-cita sosial dan nasional. namun, pemilu yang seyogya merupakan sebuah momen pemersatu anak bangsa dengan segala kompetensi didalam suatu kompetisi yang sehat dengan perekat tujuan nasional dan cita-cita nasional yang luhur bisa menjadi suatu momen pemecah anak bangsa, penghujatan, serta ajang "menguliti" jubah kepribadian antar kompetitor. Suasana menjelang pemilu, masa dimulainya kampanye, pemungutan, pengumuman hasil pemilu menjadi sebuah aspal panas bagi berjalan dan berputarnya roda negara, negara dihadapkan pada situasi antar blok didalam negara, bukanya terintegrasi malah terdivisi satu sama lain dengan perbedaan ideologi, paradigma, cara kerja dan lain-lain.

Pengalaman seperti itulah yang bisa kita tarik dari dua sahabat kita dalam satu tahun ini, yakni Thailand dan Iran. Thailand hingga akhir April tahun ini dihadapkan oleh gelombang unjuk rasa penentangan hasil pemilu yang menaikan Vejajiva sebagai PM, sebelumnya PM Samak juga diminta turun karena dianggap belum mewakili kepentingan anti Thaksin. Keadaan tersebut membuat Thailand kehilangan wibawanya sebagai sebuah negara memiliki peradaban modern. Selain itu, imbas dari gelombang unjuk rasa menimbulkan instabilitas politik, ekonomi dan sosial serta kawasan. Pemilu yang diharapkan sebagai sebuah langkah maju berputarnya peradaban sebuah negara, jika yang terjadi paska pemilu justru gelombang unjuk rasa pemenuhan kepentingan golongan justru membuat roda peradaban sebuah negara mundur kebelakang
Dari Teheran baru-baru ini, gara-gara pemilu juga, negara menjadi rusuh, hubungan antar anak bangsa menjadi rusak dan runyam, perwujudan cita-cita revolusi menjadi kabur, kepentingan kaum reformis dan kaum konservatif menjadi objek benturan dan kepentingan nasional pun terlupakan.

Nah, saat ini sebuah bangsa yang lebih besar daripada Thailand, lebih plural daripada Iran yang bernama Indonesia juga sedang melalui proses pemilu. Prosesi pemilu legislatif usai sudah dengan meninggalkan beberapa catatan dan luka lalu pemilu capres dan cawapres akan segera dilakoni, segera setelah itu Indonesia akan menunjuk siapa pemimpinnya untuk periode 2009-2014. sebagai sebuah bangsa yang memiliki peradaban yang maju, Indonesia harus bisa mengambil pelajaran dari pesta demokrasi dari dua sahabatnya itu, Thailand dan Iran, jangan sampai kita terjebak oleh sikap fanatisme berlebihan pada golongan yang kita agung-agungkan, kepentingan nasional haruslah diutamakan sehingga kerusuhan antar golongan yang bisa memecah bangsa bisa dihindari.

Selama ini kita menjadi contoh dan model kehidupan bernegara yang saling menghormati perbedaan suku dan religi satu sama lain, demikian kiranya pelajaran dua negara tadi dapat menjadi sebuah refleksi bukan hanya sampai di momen siapa yang akan dilantik tapi apa yang akan kita perbuat bersama, bangsa ini kaya akan gagasan, bangsa ini kaya curahan perhatian, bangsa ini bangsa yang siap berjuang, maka dari itu refleksi ini semoga bisa menjadi binoculars menuju Indonesia Jaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline