Lihat ke Halaman Asli

Demonstrasi, Anarkis?

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menanggapi maraknya demonstrasi menolak kenaikan harga BBM akhir-akhir ini, banyak hal yang bisa ditemukan. Salah satunya adalah aksi anarkis yang dilakukan pihak pendemo. Menurut Rudolph Rocker dalam tulisannya yang berjudul “Anarkisme, Tujuannya”, “anarkisme merupakan arus intelektual, dan filsafat yang menyokong permusnahan monopoli ekonomi kapitalis. Menurutnya, anarkisme bukanlah ide utopia hasil dari pemikiran imajinatif seseorang, tapi merupakan kesimpulan logika dari penelitian tentang kebobrokan sistem sosial yang ada saat ini”.

Jadi, baik atau burukkah tindakan anarkis itu? Anarkis lebih sering dikenal dengan istilah kekerasan. Siapa yang mencitrakan anarkis selevel dengan istilah kekerasan? Tentunya mereka yang memiliki kuasa untuk bicara, pemegang kuasa hierarki sebuah pemerintahan. Kekuasaan dan kekuatan didapatkan dari kekuatan sebuah hierarki. Ketika sebuah hierarki tersebut berlaku baik, maka hierarki yang baik akan sangat kuat. Namun jika hierarki tersebut berlaku buruk, terjadilah sebaliknya. Imbas keburukan dari sebuah hierarki akan mengena pada mereka yang tidak masuk dalam jajaran hierarki tersebut.

Jika saya melihat negara kita tercinta Indonesia ini, dapat dikatakan hierarki kepemimpinan dari atas sampai bawah sudah sangat bobrok. Dari presiden, para menteri sampai mereka yang bekerja atas nama negara (PNS) semuanya masuk dalam sebuah sistem hierarki yang buruk. Korup, kata itu yang mungkin paling mengena bila mendengar kata pejabat.Lantas apakah dapat disalahkan jika para pemuda berstatus mahasiswa menggelar berbagai aksi demonstrasi menolak naiknya harga BBM? (Bahan Bakar Minyak). Dengan dalih harga minyak dunia yang semakin meroket, pemerintah Indonesia dengan gaya sok miskin akan menetapkan kebijakan mengurangi subsidi BBM bagi mereka yang tidak mampu. “Tidak salah, menjadi salah ketika demo itu menjadi aksi anarkis”. Kalimat seperti itu yang kerap muncul di berbagai forum diskusi maupun obrolan-obrolan ringan seputar aksi demo yang akhir-akhir ini digelar. Jika kita melihat ke lapangan, siapakah yang sebenarnya bertindak “anarkis”? apakah iya para mahasiswa yang dengan bangga berjas almamater turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasinya. Aspirasi siapa? Aspirasi mereka yang sampai harus mengemis namun tidak didengarkan suaranya.

Salah satu contoh aksi “anarkis” yang katanya diprovokatori oleh pihak mahasiswa yang berdemo. Dikutip dari kompas.com Selasa 27 Maret 2012, Kombes Pol Rikwanto menjelaskan, “bentrokan terjadi karena aparat keamanan menghadang sekelompok pengunjuk rasa di dekat Setasiun Gambir yang sebelumnya ingin mengarah ke Istana Negara”. Dalam opini saya, apabila mahasiswa bertindak kekerasan bagaimana pun juga mereka tidak lebih kuat dari Polisi yang saat itu berjaga. Polisi dengan senjata lengkap, termasuk dengan gas air mata dengan mudah bisa menghalau para mahasiswa jika memang mereka melakukan kekerasan. Namun apa yang terjadi? Mahasiswa baru berjalan menuju titik lokasi dimana mereka ingin menyuarakan pendapatnya. Ya ini lah Indonesia, belum sampai menyuarakan aspirasinya sudah dicegat di jalan, ditangkap dan dilempari gas air mata. Ketika mereka melawan dan mempertahankan diri, apa kata mereka yang duduk di jajaran hierarki bobrok negeri ini? “Boleh berdemo, asal jangan anarkis seperti itu”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline