Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Darurat Guru Besar

Diperbarui: 17 Agustus 2024   09:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Martabat dan pengakuan merupakan hal yang selalu dicari oleh manusia. Sejak kemunculan manusia, selalu terjadi peperangan untuk menaklukan komunitas dan masyarakat lain demi pengakuan tersebut. Awalnya hanya dalam ruang lingkup kecil. Namun, seiring kemajuan teknologi, ruang lingkup konflik yang diciptakan semakin besar. Pada era modern ini, tindakan mencari pengakuan ini telah berkembang menjadi berbagai variasi, dan dapat dilakukan oleh siapapun, bahkan oleh orang yang telah terpandang sekalipun.

Profesor adalah gelar yang diberikan kepada dosen atau pengajar di sebuah lembaga pendidikan tinggi. Sudah semestinya jabatan tersebut didapatkan dan dijalani dengan hormat dan sesuai tujuannya. Namun, pada realitanya, terjadi banyak kasus penyalahgunaan jabatan profesor. Marak terjadi kasus jurnal predator, untuk memudahkan seseorang meraih gelar profesor. Tidak jarang juga guru besar dan profesor terlibat kasus suap dan korupsi, serta tindakan yang tidak bermoral lainnya.

Salah satu contohnya adalah kasus Skandal guru besar Universitas Lambung Mangkurat. Kasus ini dimulai ketika 11 dosen universitas tersebut mengirimkan artikel ilmiah ke jurnal predator. Latar belakang kasus ini adalah ambisi menjadikan Universitas Lambung Mangkurat 100 guru besar untuk mempercepat proses kenaikan pangkat menjadi perguruan tinggi negeri badan hukum (PTNBH).[1]

Kerjasama ilegal antara calon guru besar dengan lembaga penerbit jurnal ini diperkirakan menelan biaya 70 juta rupiah hingga 135 juta rupiah. Hal ini menjadi pertanda bahwa status guru besar di Indonesia dapat diperoleh dengan cara yang ilegal. Terbukti dari banyaknya guru besar di Indonesia yang ternyata setelah dilakukan uji kualitas, tidak memenuhi standar minimum sebagai guru besar. Anggota Dewan Pengarah Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Idhamsyah Eka Putra memaparkan bahwa dari banyaknya sampel guru besar yang diambil, hanya sedikit yang lolos kualifikasi kualitas sebagai guru besar, sisanya memiliki kualitas dibawah rata-rata.[1]

Seperti yang kita ketahui bahwa singa dijuluki sebagai raja hutan. Sementara serigala berada dibawah kekuasaan singa. Namun, kita dapat melihat singa di sirkus, tetapi tidak dengan serigala. Terkadang, orang-orang dengan status tertinggi seperti singa tidak dapat mempertahankan harga diri mereka dalam mencapai pengakuan tersebut, dan akhirnya masuk pada "sirkus". Akan tetapi, orang-orang yang menyerupai serigala, dapat mempertahankan harga dirinya, sekalipun dia tidak mendapatkan pengakuan sebagai raja hutan.

Berangkat dari mirisnya dunia pendidikan tinggi di Indonesia, semoga masih ada harapan yang tumbuh dari dalam. Raihlah pencapaian dengan cara yang bersih, dan pertahankan harga diri Anda. Semoga, di masa yang akan datang, muncul generasi guru besar yang memang kompeten dan berakhlak baik.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline