Lihat ke Halaman Asli

Seputih Melati

Diperbarui: 18 Oktober 2015   00:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Melati tak pernah berdusta dengan apa yang ditampilkannya. dia tak memiliki warna dibalik warna putihnya. dia juga tak pernah menyimpan warna lain untuk berbagai keadaannya. Apapun kondisinya, panas, hujan, terik ataupun badai yang datang dia tetap putih.

Pada debu dia tak marah, meski jutaan butir menghinggapinya. Pada angin dia menyapa, berharap sepoinya membawa serta debu-debu itu agar dia tetap putih berseri. Karenanya, melati ikut bergoyang saat hembusan angin menerpa. Kekanan dia ikut, ke kiri dia pun ikut. Namun dia tetap teguh pada pendiriannya, karena kemanapun dia mengikuti arah angin, dia akan segera kembali pada tangkainya.

Pada hujan dia menangis, agar dia tak terlihat meneteskan air mata, diantara ribuan air yang menghujani tubuhnya. Agar siapapun tak pernah melihatnya bersedih, karena saat hujan berhenti, bersama itu pula air dari sudut matanya yang bening tak lagi menetes.

Sesungguhnya, dia senantiasa berharap hujan akan selalu datang, karena hanya hujan yang mau memahami setiap tetes air matanya. Bersama hujan dia bisa menangis sekeras-kerasnya, untuk mengadu, saling menumpahkan air mata dan merasakan setiap kegetiran langkahnya. Karena juga, hanya hujan yang selama ini berempati terhadap semua rasa dan impiannya.

Pada tangkai dia bersandar, agar tetap meneguhkan kedudukannya, memeluk erat setiap sayapnya, memberikan kekuatan dalam menjalani kewajibannya, yaitu memperindah alam. Agar kelak, apapun cobaan yang datang, dia tetap dengan sabar dan bahkan menikmatinya sebagai bagian dari cinta serta kasih Sang Pencipta.

Bukankah tak ada cinta tanpa pengorbanan....???

Dan tak ada hidup tanpa cobaan...???

Pada dedaunan dia berkata, semoga engkau tak merubah warna hijaumu. Karena dengan hijau daun itu, dia tetap sadar sebagai melati harus tetap berwarna putih. Jika daun itu tak lagi hijau, atau luruh oleh waktu. Kepada siapa lagi dia harus meminta koreksi atas cela dan noda yang seringkali membuatnya tak lagi putih...???

Pada alam dia berbagi, menebar aroma semerbak mewangi nan menyejukkan setiap jiwa yang bersamanya. Atas nama cinta dan keridhoan Pemiliknya, dia senantiasa berharap tumbuhnya tunas-tunas melati baru, agar kelak meneruskan perannya sebagai bunga yang putih. Yang tetap berseri disemua suasana alam.

Dan akhirnya pada Sang Pemilik Alam, dia meminta agar dibimbing dan dilindungi selama dia masih diberikan kesempatan untuk melakoni setiap perannya. Agar dalam berperan menjadi putih, tetap diteguhkan pada warna aslinya dan tidak membiarkan apapun merubah warnanya hingga masanya mempertanggungjawabkan semua waktu, peran, tugas serta tanggungjawabnya.

Dan Jika pada masanya ia harus jatuh, luruh ke tanah, ia tetap sebagai melati. Dan orang tetap memandangnya seperti melati,,, yang selalu putih dan suci.

 

29 Desember 2011

 

 

* Disadur dari beberapa sumber dan dikembangkan oleh penulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline