Lihat ke Halaman Asli

Sudut Bandar Lampung, Sudut Hatiku

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Malam itu, malam yang dingin dan berangin di kota Bandarlampung, jam ditanganku menunjukkan pukul 22:15.Istriku, Aku dan kedua puteri kecilku baru saja keluar dari sebuah warung sate padang langganan kami, ketika menyeberang menuju kendaraan yang terparkir tepat di seberang jalan dari sudut mataku, aku melihat dua orang jalanan yang telah tertidur di pelataran toko berselimut sehelai sarung tua yang lusuh -satu untuk berdua- istriku mengatakan sesuatu tentang mereka ,yang tidak begitu jelas terdengar di telingaku.

Ketika aku membuka pintu untuk kedua puteriku, didepan mobil, tertutup oleh mobil tuaku, terlihat seorang bapak tua sedang melamun, pada pelataran toko itu sekilas ku lihat kardus bekas yang siap untuk ia dekap untuk malam panjang di pelataran toko yang dingin dan mungkin berharap malam ini tidak turun hujan.Tubuhnya tidak begitu kumal tidak seperti gelandangan lain, mungkin ia hanyalah seorang musafir yang kemalaman dan tidak mempunyai cukup uang untuk menginap di hotel-hotel murah yang banyak tersebar di sekitar sana, mungkin…

Sesuatu dalam sikapnya menimbulkan iba dihatiku mungkin rambut putihnya mungkin pula kerentaannya atau mungkin ia mengingatkanku pada ayahku dan pada saat itu juga aku teringat pada dua lembar uang lima ribuan dalam kantung celanaku yang kemudian aku niatkan untuk kusedekahkan semuanya padanya, setelah itu aku menutup pintu (setelah membantu kedua puteri kecilku untuk masuk kedalam mobil) dan berjalan memutar arah menuju sang bapak sambil merogoh kantung celana ku, pada saat itu pula godaan iblis yang halus datang menghampiriku dan dalam sekejap suara dalam hatiku berkata :

“lima ribu sajalah, sudah cukup buat bapak itu, dia pasti sudah senang sekali…sayang…kebanyakkan sepuluh ribu mah….”

Sepersekian detik aku aku ragu dan langkahku telah sampai dihadapan calon penerima kebaikan hatiku yang nasibnya ditentukan hanya dalam hitungan detik saja, akhirnya kutarik dua lembar lima ribuan dan kuberikan kedua-duanya kepada bapak tua tersebut, dengan keikhlasan yang telah berkurang setengahnya...

Luar biasa, lima ribu perak pun rupanya masih merupakan godaan yang manis buatku…




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline