Lihat ke Halaman Asli

Franklin Towoliu

Seorang pemerhati masalah kehidupan

Mengukur Batas Netralitas dan Profesionalitas Polri Jelang Pilkada di Sulawesi Utara

Diperbarui: 31 Oktober 2024   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Oleh : Franklin Towoliu

Mendadak  saja  -setelah pelantikan presiden terpilih-  jajaran kepolisian daerah Sulawesi Utara menggebrak dan mengejutkan Tanah Nyiur Melambai ini dengan rentetan pemanggilan pemeriksaan kepada beberapa pejabat daerah.  

Seolah di serang demam tinggi, tensi politik Sulut yang  sedang dag, dig, dug jelang  pemilihan kepala daerah pada akhir November nanti  terasa kian panas. Terhitung  sudah belasan orang  yang telah  di panggil untuk di interogasi oleh pihak Polda Sulut, baik dari pihak jajaran pemprov dan kabupaten Minsel dan kota Manado. 

Beberapa kasus korupsi diduga terjadi di lingkungan pemerintah yang  -kebetulan- semua kepala daerahnya merupakan utusan PDIP sebagai partai pemenang Pilkada lalu dan diprediksi kuat bakal menang lagi pada Pilkada 27 November nanti. 

 Tentu, ini sangat tidak kebetulan. Tak hanya jajaran eksekutif, Bahkan Pdt Dr. Hein Arina, tokoh nomor satu di Sinode GMIM juga tak luput dari incaran Polda Sulut lantaran danah hibah berbandrol 16 Miliar yang pernah diberikan Pemprov Sulut. 

Tak tanggung --tanggung, hanya dalam kurun waktu dua pekan polisi mampu menetapkan dan melakukan pemanggilan terhadap belasan  pejabat.  Dan di duga mungkin akan bertambah. Ini mungkin yang pertama di Indonesia atau bahakan di dunia soal melakukan pemanggilan terbanyak  dan tercepat dalam penanganan dugaan kasus korupsi. Ini patut di acungi jempol oleh rakyat dan  sangat layak mendapatkan penghargaan bahkan dari lembaga pemberi donor semisal MURI Indonesia.

Sekali lagi, dari aspek penanganan hukum kinerja kepolisian dalam jajaran Polda Sulut ini sangat layak di apresiasi apalagi setelah adanya pernyataan langsung dari pak Kapolda  soal ultimatum Presiden Prabowo untuk mengusut semua dugaan kasus korupsi yang ada di Indonesia. 

Namun di lapangan kenyataannya banyak pertanyaan dan rasa penasaran yang  mengemuka dalam benak masyarakat baik dari kalangan bawah sampai tokoh - tokoh rakyat.  

Ada apa dengan aparat polisi kita? Kemana saja mereka   sejak berapa tahun lalu? Bukankah sebelumnya terlalu banyak waktu panjang  bagi mereka  untuk melalukakan investigasi terhadap dugaan-dugaan kasus yang  tengah dikebut saat ini? Ini mengingatkan rakyat pada memori putusan MK saat Wapres Gibran Rakabuming diniatkan maju sebagai Wapres.

 Sama-sama  dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dengan hasil yang secepatnya?   Mengapa terkesan terburu-buru? Apakah ada yang sedang diburu? Pertanyaan-pertanyaan senada semakin mengukir di pikiran masyarakat. 

Beberapa tokoh agama serta tokoh masyarakat dan banyak kalangan lain mulai berharap agar pihak kepolisian boleh lebih bijak menangani semua dugaan kasus korupsi ini dan jika boleh sedikit menahan gema penanganan kasus kasus yang baru tahap pemeriksaan ini. Bukan dihentikan, hanya saja diharap mampu menyeimbangkan dengan suasana politik yang sedang terfokus. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline