Lihat ke Halaman Asli

Franklin Towoliu

Seorang pemerhati masalah kehidupan

Ekspedisi Ventira, Negeri yang Hilang (31/Masuk Bag:6/ Jika Mendegus, Itu Bukan Cinta)

Diperbarui: 8 Juni 2020   21:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita/ilustrasi: Franklin Towoliu

Rasa bersalah sedikit membayang di wajah Daeng. Apalagi Pak Hapri telah banyak membantu keuangan keluarganya. Itu yang menyebabkan ia merasa lalai dan tak tahu balas budi begitu mengetahui bahwa Pak Hapri ternyata pulang kampung. 

 Sebagaimana pengakuan pak Hapri kepada Daeng dan keluarganya ketika berpamitan, ia akan bekerja disebuah perusahaan perhotelan dan real estate di Jakarta. 

Pada awal-awalnya Daeng dan para tetangga yang lain sedikit tidak percaya. Setahu mereka Pak Hapri yang sehari-harinya bekerja sebagai kuli panggul di Pasar Masomba sejak remaja tak pernah sekolah. Apalagi ke Jakarta? 

Ke kabupaten lain di Sulawesi Tengah sekedar mencari pengalaman kerja, ia belum pernah. Totalnya, ia tak punya pengalaman kerja apa-apa. Bahkan semenjak ayah Pak Hapri mati muda membuat pendidikan Pak Hapri harus berhenti di bangku kelas 2 SMA karena tak ada biaya untuk melanjutkan sekolah. 

Tambah lagi ia harus membantu ibunya menafkahi hidup ia, ibunya serta dua orang adiknya yang sekrang ikut bersamanya, mengelola sebuah hotel berbintang miliknya, di Jakarta. 

 "Akh, nda apa-apa Daeng. Nda apa-apa. Biasa saja. Nanti besok pagi saya ke rumah, bertemu dengan mama Ilham dan adik-adik semua, saya sudah mau istirahat lagi karena besok banyak pertemuan dengan orang Daeng. Maaf ya," Jawab Pak Hapri sopan.

 "Ok lah kalau begitu dek Hapri. Nanti saya sampaikan pada mama Ilham. Dia pasti senang, mi. Istirahat sudah kalau begitu. Saya mau lanjut ke warung dulu Assalamualaikum." ujar pak Daeng sambil berlalu dari hadapan pak Hapri yang juga segera berjalan masuk ke dalam rumah.  

 Tak segera tidur, ketika masuk ke kamarnya Pak Hapri meraih telefon genggam miliknya dari saku celana yang digantung kamar, lalu kembali ke dapur. Sepertinya ia mau menelefon seseorang dan tak ingin kedengaran tetangga. Dapur adalah tempat yang aman karena tak ada rumah di belakang rumahnya. 

 Belum lagi duduk, ia nampak memencet-mencet tombol handphone-nya. Lalu terdengar bunyi 'tit, tit, tit,' sebagai tanda benda komunikasi itu sedang menghubungi seseorang. Sekitar beberapa detik lalu terdengar suara dari sana.

 "Halo, saya Amelia Urbaningsih,siap melayani anda, bos." 

 "Baik, terima kasih. Amelia, tolong carikan saya seorang wanita dengan spesialisasi manager dan tawarkan pekerjaan ganda sebagai agen untuk sebuah misi penelitian. Kalau susah ada besok hubungkan saya dengannya lewat telefon kantor." Terdengar Pak Hapri dengan nada memerintah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline