"Ok, kalau begitu lebih baik kita bahas soal, bagaimana cara dan proses kita masuk ke Ventira. diharapkan semua menyimak dengan baik karena apa yang akan disampaikan ini adalah bagian yang sangat penting." suara Rainy terdengar lagi.
"Sebentar, beb. Sebelum lanjutkan, saya ada satu pertanyaan terakhir saya," Raiva menyela Rainy. Satu persatu dipandangi wajah anggota setimnya. Rasa haru menyusup di dalam dihatinya. Haru karena melihat pemberian diri mereka untuk bergabung dengan proyek penelitian yang membahayakan nyawa ini. Tapi apakah mereka sudah siap dengan resikonya? Atau malah mereka belum menyadari? Pikir Raiva.
Jika hal buruk terjadi kemudian, Siapkah mereka kehilangan orang-orang yang mereka cintai? Ia masih menatap mereka lekat-lekat, berusaha menemukan cahaya ketakutan disana namun ia tak menemukan apa-apa. Suasana hati dan perasaan mereka benar-benar tersembunyi olehnya. Memang selain Daniel atau Rainy yang sudah sangat ia kenali tekad dan keinginan hatinya, yang lainnya belum bisa dipastikannya.
Raiva juga Rainy juga bukan berarti tak merasakan gelisah atau kekuatiran yang sama. Ia juga merasa was serts ketakutan yang sama. Bukan takut kepada kematian atau kepada para penghuni Ventira, tetapi takut terpisah dengan orang-orang yang dicintainya.
Apalagi ia tahu persis Rainy memiliki kerinduan dan tanggung jawab besar untuk membuat adiknya berhasil. Ia juga tahu selama terpisah dengan keluarganya, Rainy sangat merindukan kebersamaannya yang pernah dia dapatkan. Bahkan hingga kerab terbawa dalam mimpi.
Baginya Rainy tak sekedar sahabat. Pribadinya yang kuat Justru banyak memberikan dia motivasi agar tak gampang menyerah oleh keadaan. Juga terutama hati yang bersih dan fokus terhadap sesuatu yang sedang dikerjakan. Itulah kunci keberhasilan dan kesuksesan. Itu salah satu prinsip hidup yang akan terus diingatnya.
"Saya percaya saya akan kembali bertemu dengan mereka orang-orang yang kukasihi. Bahkan sekalipun berhasil memasuki Ventira, kita tak akan kesulitan kembali ke dunia nyata ini. firasatku mengatakan seperti itu. Dan bagiku firasat itu adalah iman. Itulah iman saya bahwa kita akan kembali dalam keadaan baik-baik saja. Aku meyakininya serataus persen," kata Rainy suatu ketika.
Tapi ini bukan soal keberanian saja. Ini soal komitmen hati, soalberpisah dengan orang-orang tercinta dan paling utama soal fokus dan kemurnian hati. Sebab itu Raiva berpikir bahwa ini adalah saat yang tepat untuk menyampaikan hal itu.
Sekarang semua sedang menatap Raiva, menanti hal apa yang akan ditanyakannya.
"Sebelum kita teruskan saya mau bertanya satu hal penting untuk yang terakhir kali," Raiva berujar dengan masih dengan pandangan tajam namun tenang.
"Silahkan Rai," sahut Rainy.