Lihat ke Halaman Asli

Franklin Towoliu

Seorang pemerhati masalah kehidupan

Ekspedisi Ventira, Negeri yang Hilang (9)

Diperbarui: 19 April 2020   23:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita/ilustrasi: Franklin Towoliu

"Waktu saya lagi buang air kecil itulahlah sesuatu hal yang sebenarnya sangat mengerikan menimpa saya. Tapi bagaimana ya menggambarkannya. Soalnya meskipun abdi teh ngomong mengerikan, tapi sebetulnya abdi teh sama sakali tidak meraskan apa-apa... cepat sekali kejadiannya. Seperti saya lagi tidur dan waktu bangun, langsung kajadian begitu," suara Didin terdengar agak dingin dan sedikit bergetar. 

Suasana di ruang makan penginapan ini terasa mulai mencekam. Udara yang tadi terasa agak hangat seperti mulai dijalari hawa dingin halus. Eva beringsut kecil.  Bagian belakang lehernya terasa agak tebal, lalu ia bergeser sedikit, mendekatkan tubuhnya di samping Didin. Didin melirik kecil tapi kali ini ia tak terlalu perduli karena ia juga terbawa akan kisah lalunya.

 "Silahkan di Minum dulu tehnya. Soalnya udara sudah agak dingin. Gulanya di gelas kecil ini, boleh diukur masing-masing ya, sesuai keinginan," kata Eva pelan, begitu Didin memberi sedikit jeda. "Ini masih panas, enaknya kalau langsung diseduh. Silahkan diseduh ya."

 Danish membalas dengan senyum. Waktu pertama kali di Indonesia ia sempat ke beberapa daerah dan merasa agak aneh dengan kebiasaan orang Indonesia yang makan nasi dan lauk ditemani oleh teh manis. Akhirnya toh, ia malah terbiasa bahkan agak kecanduan.

 "Woww... ini saya suka sekali, terima kasih." Akunya polos, membuat suasana yang sudah mulai agak tegang kembali berubah. "Lalu...?" kejar Danish pada Didin masih dengan nada penasaran.

"Lalu itulah... waktu saya mengangkat kepala tiba-tiba saya sudah berdiri disebuah kota yang besar, di depan gedung-gedung mutakhir dengan lampu dan cahaya yang luar biasa gemerlap. Saya berteriak kencang sekali anehnya orang-orang yang lalu lalang disekitar saya tak ada satupun yang terusik... saya meninju wajah saya beberapa kali tapi sakitnya minta ampun. Lalu saya berbalik dengan reflex mencoba menemukan sosok Mister Jaques dan Misis Lin namun mereka hilang. Tempat mereka berdiri bahkan berubah menjadi kolam air mancur yang sagat megah... jadi saya sadar kalau sedang berdiri membelakangi sebuah kolam besar di tengah sebuah taman kota yang juga tertata dengan menakjubkan." Didin berhenti. Ia meraih gelas kopi yang disuguhkan Eva tadi. "Abdi teh, melompat beberapa kali setinggi-tingginya dan sebisanya, sambil berharap akan terjatuh dari tempat tidur lalu terbangun."

Burhan dan Danish mengikuti gerakan tangan Didin dengan berdebar, berusaha menekan perasaan gugup ingin tahu mereka. Wajar karena kisah yang ingin mereka dengar ini adalah kisah yang luar biasa yang seumur hidup belum pernah mereka dengar. 

Didin tak langsung melanjutkan. Ia menyedot rokoknya dalam-dalam sebanyak dua kali. Wajahnya agak pucat. Rupanya apa yang menimpanya empat tahun silam itu begitu membekas dalam ingatannya. Ia kembali menghisap rokoknya untuk kesekian kali dan lebih dalam.  Astaga! Ternyata rokoknya mati. Rupanya karena terlalu serius,  barusan tanpa sadar ia mencelupkan rokoknya ke gelas kopi tanpa sengaja. Burhan bergegas. Ia meraih pemantik Didin yang ada dimeja lalu menyulutkannya untuk Didin. Saat itu ia tahu ada kilatan cahaya peluh yang halus di dahi Didin.

Perlahan, hawa dingin halus yang tadi memudar kini kembali menyusup. Dari kejauhan, suara burung malam terdengar di iringi suara gamelan yang mengalir dengan simponi yang ritmis. Mungkin itu suara yang terbawa angin hingga ke telinga mereka. 

Tambah hening. Mereka saling memandang satu dengan lainnya."Apa di dekat sini ada pura?" Tanya Burhan?

 "Itu bukan dari Pura. Itu suara dari televis di ruang pavilun sebelah," sosok Rainy mendadak muncul di ruang makan, nyaris mengejutkan mereka. Apalagi ia membungkus tubuhnya dengan selimut. Suaranya terdengar tenang. Bola mata coklat beningnya langsung menyapa Burhan dan Danish, seolah mengucapkan selamat malam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline