Lihat ke Halaman Asli

Sabtu Sore di Sebuah Kedai Kopi

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13000050541292277813

[caption id="attachment_94815" align="alignleft" width="300" caption="www.coffeelycious.com"][/caption] Sabtu sore di sebuah kedai kopi, sendiri, entah untuk yang keberapa kali. Tiga sendok gula ku tuangkan ke dalam cangkir, tiga menit lagi panas kopi Mandailing akan memenuhi cangkir. Aku menyalakan rokok dan menghisapnya dalam ketika seorang perempuan, kau, berjalan lurus ke arahku. "Hai" sapamu singkat sebelum sedetik kemudian duduk di hadapanku. Hidup itu memang tentang kesempatan-kesempatan, masalahnya adalah cukup beranikah kita untuk mengambil kesempatan tersebut dan cukup beruntungkah kita ketika memilih untuk mengambil atau meninggalkan kesempatan itu. Seperti sore ini, aku dan kau sama-sama cukup berani untuk mengambil kesempatan untuk bertemu, dan dalam hati aku berharap kita akan sama-sama beruntung. Sabtu sore di sebuah kedai kopi, denganmu, entah untuk yang keberapa kali. Tiga sendok gula ku tuangkan ke dalam cangkir, tiga menit lagi panas kopi Mandailing akan memenuhi cangkir. Aku menyalakan rokok dan menghisapnya dalam sementara kau menghisap dalam-dalam uap dari coklat panas dalam cangkir mu. Lalu kita akan saling bercerita, tertawa sampai meneteskan air mata, dengan jemari tangan yang saling menggenggam dan berlalu dalam dingin tiupan angin malam. Kita punya kesempatan untuk berdua lebih lama, tapi kau dan aku tak pernah cukup berani untuk mengambil kesempatan itu, dan dalam hati aku berharap kita akan sama-sama beruntung. Sabtu sore di sebuah kedai kopi, tanpamu, untuk yang pertama kali. Tiga sendok gula ku tuangkan ke dalam cangkir, tiga menit lagi panas kopi Mandailing akan memenuhi cangkir. Aku menyalakan rokok dan menghisapnya dalam, dalam diam. Ku ulurkan tangan, tak seorangpun meraih jemariku. Aku merasa kosong walau setumpuk kenangan memenuhi dan menyesakkan dada. Sungguh aku punya kesempatan untuk membuatmu berada di sini, di sisiku, selamanya. Dan dalam hati aku merasa benar-benar tak beruntung ketika aku tidak cukup berani untuk mengambil kesempatan itu. Selembar kertas kuambil dan kutulis cerita ini; Kekasih, aku menulis ini sebelum semuanya terjadi karena sungguh aku tak ingin kita berakhir seperti ini. Aku mencintaimu, dan semua kesempatan akan kuambil demi untuk mebuatnya abadi, sekalipun itu sulit. Sungguh aku mencintaimu, dan semua kesempatan akan kuambil untuk membuatnya abadi. Aku mencintaimu, abadi selamanya, dan tak ada yang sulit. Sabtu sore di sebuah kedai kopi. Tiga sendok gula ku tuangkan ke dalam cangkir, tiga menit lagi panas kopi Mandailing akan memenuhi cangkir. Aku menyalakan rokok dan menghisapnya dalam, dan aku tak pernah merasa sendiri. --- Farhan, 13.03.2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline