Lihat ke Halaman Asli

Jangan Sakit Hati dan Jangan Menyakiti! Karena Kau Lelaki!

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Jangan sekali-kali kamu sakiti hati lelaki, karena lelaki sakit hati bisa melakukan apapun yang terburuk."

Begitulah nasihat yang pernah masuk secara tidak sengaja ke telingaku ketika ibuku tercinta sedang menasihati kakak perempuanku, jauh bertahun-tahun lalu saat aku sama sekali belum mengenal apa itu sakit hati. Mengenal saja tidak, apalagi merasakan. Namun, sejak saat itu ada semacam rasa ketakutan yang tumbuh dalam diriku, bukan sekedar ketakutan untuk merasakan sakit hati, namun terlebih ketakutan untuk hal-hal buruk yang mungkin akan aku lakukan ketika hatiku disakiti. Apa itu sakit hati? Apa yang akan aku lakukan ketika aku sakit hati? Bagaimana rasanya sakit hati? Dan masih begitu banyak pertanyaan tentang sakit hati yang saat itu memenuhi pikiranku.

Satu hari di masa kecilku, tidak lama setelah nasihat tentang sakit hati itu aku dengar, aku melihat dan mendengar tangis seorang perempuan yang menerima telepon dari seorang laki-laki. Entah laki-laki diujung sana sedang berbicara apa, yang aku tahu isak tangis perempuan itu begitu dalam, menggambarkan perasaannya yang remuk redam. Dalam hati aku menggumam polos, "Perempuan itu tengah sakit hati." aku berlalu meninggalkannya. Beberapa jam kemudian kudengar sebuah berita tentang perempuan yang ditemukan hampir mati kehabisan darah di sebuah halte bus karena urat nadinya terpotong, ya, dialah perempuan yang kulihat tadi. Darahku berdesir, ngeri, perempuan itu hampir kehilangan nyawanya, karena sakit hati yang ia rasakan kah? Atau pria sakit hati di ujung sana yang telah membuatnya demikian?

Begitu mengerikannya efek sakit hati yang aku tahu, membuat aku pernah takut jatuh cinta karena aku takut sakit hati. Namun seiring dengan bertambahnya usia, dan begitu banyak pengalaman orang-orang yang kudengar, kulihat, dan entah sudah berapa banyak tulisan sakit hati dan tulisan tentang sakit hati yang kubaca, perlahan rasa takutku mulai bisa kuhilangkan. Banyak dari kisah sakit hati yang berakhir tragis, namun tak kalah banyak pula yang berakhir manis, aku tak perlu takut, aku hanya perlu mempersiapkan diri untuk menghadapinya.

"Aku seorang lelaki, aku bisa sakit, tapi aku tak perlu menyakiti." Demikian kalimat yang aku tanamkan dalam diriku saat aku beranikan diri untuk pertama kali mengenal cinta. Banyak perempuan yang aku datangi dan mendatangiku untuk kemudian kami mengaku saling mencintai yang pada akhirnya ada rasa sakit yang ditinggalkan ketika kami harus berpisah. Tak pernah sekalipun aku meninggalkan, dan tak ada seorangpun dari mereka yang aku pertahankan ketika mereka sungguh-sungguh memilih untuk meninggalkanku dengan cara mereka masing-masing. Bagiku, meninggalkan mereka adalah bagian dari menyakiti, pun memaksa mereka untuk bertahan denganku juga menyakiti, walaupun kadang aku sedemikian yakin aku bisa memberi kebahagiaan pada mereka. Ah, biarlah rasa sakit itu aku rasakan sebagai pelajaran bagiku. Setidaknya, walapun aku merasakan sakit hati, namun aku berhasil belajar untuk tidak menyakiti.

Penah satu ketika seorang teman berkata pada diriku tentang sungguh mereka telah berbuat dhalim dengan meninggalkanku, menyia-nyiakan cinta dan sayangku, menyakitiku. Aku mengiyakan. Jika memang mereka telah dhalim kepadaku, biarlah kesempatan ini kuambil untuk mendoakan, memohonkan kebahagiaan bagi mereka. Yang aku dengar dari guruku, doa seseorang yang didhalimi itu didengar dan dikabulkan oleh Tuhannya. Terima kasih Tuhan, dengan kasih dan sayang-Mu, mereka sekarang telah berbahagia. Mendoakan dan melihat kebahagiaan mereka adalah kesenangan dan ketenangan bagiku.

Dan hari ini ketika aku kembali harus merasakan sakit hati, maka aku berkata pada diriku, "Aku seorang lelaki, aku tak perlu sakit hati dan aku tak perlu menyakiti." Perjumpaan, menempuh perjalanan cinta, dan perpisahan denganmu, semua adalah nikmat yang diberikan, yang aku harus lakukan adalah menyukurinya. Toh semua yang selain Tuhan pasti memiliki akhir, jadikan ini berakhir dengan baik untuk memulai awal baru yang lebih baik lagi. Sebisik doa untukmu, selalu.

---
31.01.2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline