Lihat ke Halaman Asli

Hidup Mulia atau Mati Syahid

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

“Hidup Mulia atau Mati Syahid”, begitu kalimat yang menempel di pintu rumah tempat saya tinggal di masa kecil saya dan sering kali saya baca saat itu. Hanya menempel di pintu rumah, namun tidak sampai ke pintu hati saya. Dan jika sampai ke pintu hatipun tidak, bagaimana bisa kalimat itu akan masuk dan tinggal di dalam hati dan menjadi salah satu pemberi cahaya yang menerangi jalan menuju kehidupan yang mulia atau mati dalam keadaan syahid?

“Hidup Mulia atau Mati Syahid”, mungkin sudah belasan tahun kalimat itu saya lupakan, dan dilihat dari sisi manapun, dengan mata siapapun, kehidupan saya saat ini masih sangat jauh dari apa yang dinamakan “hidup mulia”.

“Berharap mati syahid?”

“Tidak, terus terang saya takut mati, saya tidak ingin mati.”

“Lantas, apa gunanya kau terus hidup jika hidupmu tidak mulia? Bukankah mencari jalan menuju kematian yang syahid jauh lebih baik?”

“Dan apa gunanya saya mati syahid jika selama hidup di dunia tidak mulia? Sekalipun Dia menjanjikan surga-Nya bagi orang-orang yang mati syahid, sungguh saya tidak ingin mencari jalan pintas menuju surga dengan cara-cara yang mungkin dianggap akan memberikan kesyahidan dan membukakan jalan di mana saya bisa melenggang di atasnya menuju surga tanpa perlu peduli akan kehidupan dunia saya yang tidak mulia.”

“Hidup Mulia atau Mati Syahid”, membaca sebuah tulisan dari seorang teman hari ini tiba-tiba mengingatkan saya dengan kalimat ini. Makna hidup mulia yang saya pahami adalah hidup yang senantiasa mendatangkan kebaikan dan manfaat baik bagi diri sendiri terlebih lagi bagi orang lain, maka saya melihat hidup mulia bukanlah sekedar sebuah pilihan, melainkan suatu kewajiban. Terlepas adanya balasan atau tidak, ada pahala atau tidak, ada surga atau tidak, hidup mulia itu harus. Dan ketika hidup dalam kemuliaan sudah dicapai, maka tidak ada lagi ketakutan untuk menghadapi kematian, karena bagi orang-orang yang hidup dalam kemuliaan, kematian hanya serupa tidur sesaat untuk kemudian bangun di kehidupan yang lebih baik.

Sementara saya belum berada dalam hidup yang mulia, saya hanya bisa bedoa semoga ketika kematian itu datang, saya bisa meninggalkan dunia dalam keadaan yang baik. Dan untuk mencapai kematian dalam keadaan baik, maka yang harus dilakukan adalah memulai untuk senantiasa melakukan kebaikan di setiap detik dalam kehidupan yang sedang dijalani, karena kita sama sekali tidak tahu apakah satu detik kemudian kita masih memiliki kesempatan untuk berbuat baik atau tidak.

“Hidup Mulia atau Mati Syahid” hendaknya tidak sekedar dijadikan kalimat pendorong mati syahid dan dijadikan sebagai jargon pembangkit militansi. Bagaimanapun, pilihan untuk hidup mulia adalah yang terbaik. Teruslah berbuat baik dan memberi manfaat agar mulia hidup kita. Hiduplah sebagai orang yang mulia dan matilah juga sebagai orang yang mulia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline