Lihat ke Halaman Asli

Achmad Faizal

Pengajar di MA Unggulan Nuris dan Ma'had Aly Nurul Islam Jember

Memulai Kembali yang Bermula dari Hati: Sebuah Bisikan Cinta

Diperbarui: 9 Januari 2022   23:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Awal tahun 2022 menaruh banyak harapan meski entah capaian apa yang telah kita raih selama setahun lalu. Namun demikian, apapun yang telah terjadi, kita tak sepantasnya berlebihan menyalahkan waktu, tetapi yang harus kita pastikan adalah introspeksi diri itu perlu. Ya, hidup ini bukan soal seberapa banyak yang kita capai dalam target-target yang tercatat, melainkan seberapa besar upaya yang telah kita lakukan dalam memperjuangkan prioritas-prioritas yang ingin dicapai.

Kita tak perlu membandingkan capaian kita terhadap capaian orang lain. Toh, walau terpaksa kita harus membandingkannya, itu kita jadikan sebuah motivasi, bukan sebuah perasaan iri dan dengki--nauzubillah. Yang perlu kita mengerti, hidup itu bukan sebuah perlombaan tentang siapa yang paling banyak mendapat 'kebaikan', tetapi soal siapa yang paling banyak melakukan 'kebaikan'.

Hari ini, kita hanya perlu tahu, seberapa pantaskah kita meraih sebuah impian dengan apa yang telah kita upayakan. Jangan hanya memiliki kemauan besar, tetapi nol protol dalam perjuangan meraihnya.

Nah, kesempatan kali ini saya sekadar mengungkapkan suara hati yang bergelinjang. Membuat alarm diri yang terkadang terlupa bahwa diri ini semakin usang digerus waktu. Jika tak ada rasa malu karena waktu habis hanya melamun melulu atau meratapi yang berlalu, maka bukan tak mungkin kehadiran kita di dunia hanya seperti angin lalu. Ia datang, dirasakan embusannya, tak ada warna apalagi rasa, lalu pergi begitu saja seperti di telan bumi.

Teringat pesan hikmah Imam Al Ghazali,  "Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis". Ini masuk akal, andai kita adalah sebentuk angin, kita harus mampu membekas, memberi ruang jejak, memiliki warna, atau memberikan faedah bagi nafas-nafas sesama. Dengan demikian, ya menulislah! Dengan menulis kita seperti angin yang mampu memberikan ruang hidup pada dimensi berbeda.

"Karena menulis adalah jalan keabadian", tegas Sang Maestro Sastrawan bangsa kita, Pramoedya Ananta Toer. Maka, impian keabadian dan memberikan kesan atas hidup kita itu hanya perlu menulis, atau menjadi penulis. Kalau kata Bu Fatim (di grup Whatsapp pegiat literasi Jember), menjadi penulis itu keren. Dari sini, saya mulai kembali menyatakan diri, untuk memulai yang sedari dulu bermula dari hati. Ingin menjadi penulis......yang keren.

Welcoming 2022!!! Kesempatan yang ada, kini saat mewujudkannya.

*Eitss, jangan lupa tesisnya harus segera tuntas. Bisik Istri dalam hati yang tersambung.

sebuah catatan malam Senin. 

     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline