Lihat ke Halaman Asli

Kang Doko Mencari Tuhan (4)

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sejak pertemuan malam itu, Kang Doko sekarang jadi rajin datang ke rumahku. Aku bersyukur, karena Kang Doko tidak menjadi jemu dengan obrolan yang selalu kami lakukan lepas salat Isya’. Semula aku ingin mengajak Kang Doko berbincang di Masjid, tetapi ia keberatan.

” Aku tidak ingin terganggu orang lain yang belum tentu punya kebutuhan yang sama dengan aku,” Kang Doko beralasan.

Tentu saja aku menghormati keinginannya. Lagi pula, pembicaraan yang kami lakukan sebenarnya memang bersifat sangat pribadi. Sebuah dialog yang membutuhkan kesamaan rasa, fikiran dan minat. Aku tidak pernah merasa lebih pandai daripada Kang Doko. Ini aku tekankah berkali-kali. Maka, supaya pembicaraan tidak menyimpang dari aturan baku, aku minta Kang Doko membawa terjemah Kitab Al Quran yang nanti akan kita jadikan acuan obrolan kami.

Malam ini, ketika Kang Doko datang, ia sudah membawa kitab terjemah Al Quran Departemen Agama RI, ukuran kecil bersampul warna biru. Lalu, aku ajak Kang Doko membuka surat pertama, yaitu surat Al Fatihah. Sebelum membahas, aku bilang pada Kang Doko begini : ” Kang, kita bukan hendak menerjemahkan Al Quran lho. Kita akan mengkaji Al Quran melalui terjemahan yang sudah dikerjakan oleh sebuah Tim yang dibentuk oleh Departemen Agama. Mereka adalah para pakar yang terhormat, sehingga kita hanya akan membaca dan memikirkan bersama-sama, terjemah dari ayat-ayat yang ada di sana. Mudah-mudahan kita mendapat petunjuk.”

Kang Doko manggut-manggut. Lalu aku jelaskan, surat pertama ini dinamai Al Fatihah, yang berarti pembuka. Ada juga yang menyebutnya ummul kitab. Surat ini wajib dibaca setiap kali kita mengerjakan salat. Tidak sah salat seseorang yang tidak membaca Al Fatihah. Karena itu, surat ini sungguh penting. Begitu pentingnya sampai ia dijadikan salah satu rukun dalam salat kita.

” Al Fatihah ini terdiri dari 7 ayat,” kataku. ” dari ayat 1 sampai ayat 4, surat ini bercerita tentang Allah. Surat ini diawali dengan pernyataan ”dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,” yang dapat disebut sebagai tengara bahwa Allah memulai sesuatu dengan landasan kasih sayang. Karena ucapan ”bismillahirrahmanirrahim” ini dianjutkan untuk dibaca setiap kali manusia melakukan aktivitas, maka sebenarnya, dengan ayat ini, Allah memerintahkan manusia untuk melakukan semua aktivitas hidupnya dengan landasan kasih sayang. Setelah itu, disusul pernyataan Allah bahwa ”segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam,” yang mengindikasikan bahwa tidak ada yang berhak menerima pujian selain Allah. Bahkan seorang raja atau presiden pun tidak berhak atas pujian walaupun dia telah berhasil membuat rakyatnya senang. Itu sudah merupakan kewajibannya. Manusia tidak berhak menerima pujian dari sesama.”

” Bagaimana jika ada orang memuji kita,” tanya Kang Doko.

” Kita kembalikan pujian itu kepada Allah,” sahutku.

” Caranya ?”

” Ucapkanlah alhamdulillahirobbil’alamin jika ada yang memuji pekerjaan kita. Dengan ucapan itu, artinya kita telah mengembalikan pujian kepada yang berhak, yaitu Allah.”

Kang Doko mengangguk. Lalu aku lanjutkan, ” Disebutkan setelah itu salah satu asma Allah, yaitu ar-Rahman dan ar-Rahim, ”Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”, sebagai penegasan betapa pentingnya semangat menyebarkan kasih sayang kepada mahlukNya. Manusia sebagai khalifahNya pun bertugas untuk menyebarkan kasih sayang atau cinta kasih, karena cinta kasih adalah tema sentral digelarnya alam semesta dan isinya ini oleh Allah. Barulah setelah itu Allah menegaskan kekuasaan mutlakNya, ”Yang menguasai hari pembalasan” , maksudnya Dialah yang berhak atas segala pembalasan. Ayat ini bisa pula dipahami ”di tanganNyalah setiap pembalasan atas amal hambaNya”. Dengan pemahaman ini, manusia didorong untuk melakukan perbuatan baik atau beramal dengan bersandar hanya untuk Allah dan bersama Allah.

Empat ayat tersebut sebenarnya juga merupakan isyarat bahwa setiap manusia wajib bermakrifat kepadaNya, wajib mengenalNya dengan pengenalan yang sempurna. Allah memiliki asma, sifat, af’al dan zat. Pengenalan yang sempurna mengharuskan manusia mengenali keseluruhannya.”

” Mungkinkah manusia mengenal zatNya, Ji ?” Kang Doko bertanya.

” Sabarlah, Kang,” kataku. ” Belajar itu harus sabar. Sedikit demi sedikit. Tidak usah tergesa-gesa.”

” Baiklah,” katanya.

” Ayo, Kang, tehnya diminum”, kataku seraya menyorongkan secangkir teh yang sudah disiapkan isteriku.

” Sekali lagi aku ulangi,” kataku melanjutkan, ” empat ayat pertama surat Al Fatihah adalah tentang Allah dan untuk Allah, sebuah perintah untuk bermakrifat. Lalu, satu ayat berikutnya ”hanya kepadaMu aku menyembah dan hanya kepadaMu aku meminta” itu adalah sebuah ungkapan yang mengindikasikan pentingnya interaksi antara manusia dengan Allah. Mengapa ? Karena kita diperintahkan untuk melakukan segala sesuatu dengan motivasi untuk Allah dan bersama Allah, sehingga kita wajib bermakrifat kepadaNya. Lalu dengan makrifat yang sempurna itulah, kita akan dapat melakukan interaksi yang intens dengan Dia. Menyembah dan meminta wajib dikerjakan oleh manusia sebagai salah satu bukti bahwa dirinya benar-benar berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Menyembah merupakan wujud penghambaan manusia yang harus manunggal hanya kepada Allah, sedangkan meminta adalah pernyataan tentang kefakiran manusia, yakni rasa membutuhkan Allah dalam seluruh hidupnya, tidak kepada yang lain. Pernyataan ini tak akan bermakna apa pun jika tidak didahului dengan lebih dulu bermakrifat kepada Allah.

Interaksi manusia dengan Allah diungkapkan dalam dua ayat berikutnya, yaitu ”tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah Kau beri nikmat, bukan jalannya orang-orang yang Kau murkai, dan bukan pula jalannya orang-orang yang tersesat”. Dua ayat ini sepenuhnya menunjukkan ketergantungan manusia kepada Allah, karena hanya Allah yang benar-benar mengerti apa itu jalan yang lurus, di mana letak jalan yang lurus itu, dan ke arah mana jalan yang lurus itu.”

Kang Doko memandang aku seraya berkata, ”Ji, sungguh tak kusangka, ternyata selama ini aku luput memerhatikan kamu. Sungguh, puluhan tahun kita bersahabat, aku sama sekali tidak mengenalmu seperti saat ini.”

” Ssst, Kang,” sahutku, ” mari kita bersyukur kepada Allah, karena Dia yang telah merancang ini semua sejak jutaan tahun yang lalu. Semua ini karena kehendak Allah.”

Lalu, aku beritahukan kepada Kang Doko untuk mulai membedah surat ini, khususnya ayat 6 dan ayat 7. ” Dengan dua ayat itu, akan kita uji, di mana posisi kita sebenarnya, Kang, karena dalam dua ayat itu disebutkan tiga golongan manusia. Golongan pertama, orang yang mendapat nikmat. Kedua orang yang dimurkai dan ketiga orang yang tersesat.”

Di manakah posisimu, Kang ? *****




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline