Lihat ke Halaman Asli

Firsty Relia Renata ST

Belajar Bersyukur

Dalam Genggaman Tanganku, garis tanganku.

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hari baru, seperti biasa, kumulai dengan mengucap syukur akan hari baru dan niat untuk melakukan segala kebaikan yang belum aku lakukan kemarin, dan untuk memperbaiki kesalahan yang kulakukan kemarin. :) Berharap, bahwa hari ini akan berlalu dengan segala kebenaran, kebaikan dan keberhasilan, agar dapat mengucap syukur dengan lebih bermakna pada malam nanti. Pertama: Anak baru patah gigi susu pertamanya, agak demam, dan ribut tidak mau mandi. Jadi sibuk membujuk anak, tak terasa sudah... Kedua Jam delapan pagi. Belum ke pasar untuk belanja menu hari ini. Buru-buru pergi setelah membujuk anak yang agak shock karena giginya tanggal. Ketiga Alhasil masak kesiangan, padahal ada janji dengan calon klien untuk presentasi, dan alhasil... terlambat, dan sangat tidak mengundang simpati calon klien. Ohhh.. Keempat Ternyata nasi di dalam rice cooker belum masakkk... Ya bagaimana mau masak, lha wong tombol "cook" nya tidak diturunkan... Kelima jarang terjadi, tapi hari ini anak melakukan kesalahan penulisan ejaan. bun-rug, padahal seharusnya bu-rung. Ohhh..., serasa tanduk di ujung kepala memaksa keluar... Keenam Ditelpon klien yang baru saja masuk rumah sakit. Langsung berangkat ke rumah sakit tersebut dan ternyata sampai disana, form pengajuan klaimnya ketinggalan di tas satunyaaaa... Padahal sudah bukan jam kantor, otomatis kantor cabang sudah tutup dan tidak bisa membantu memberikan form. Ketujuh Sampai kembali ke rumah kemalaman, ternyata suami sudah pulang, dan belum menyediakan teh dan camilannya. Lauk makan malam belum dipanaskan dan rumah masih seperti bekas perang Kedelapan Suami mengabarkan bahwa ia harus dinas luar kota besok pagi-pagi sekali, dan minta tolong agar disiapkan keperluannya. Tapi ternyata..., baju di lemari kosong... Oh.., semua bertumpuk di keranjang baju bersih yang belum disetrika Kesembilan Setelah mengantarkan anak tidur dan suami melakukan aktivitas santai malamnya sendiri, aku mengerjakan seluruh setrikaan,  mencuci piring, dan kegiatan rumah tangga lain. Tak lupa, menyusun jadwal untuk esok hari, dengan harapan untuk dapat memperbaiki kesalahan dan kelalaianku di hari ini Sebelum tidur... Aku menutup hari ku dengan mengucap syukur... tapi.., sekali lagi aku mengalami kesulitan... Beryukur atas semua kegagalanku di hari ini???? masih dalam posisi tangan terbuka ke atas, aku diam. Bingung, apa yang harus kuucapkan? Kulirik tanganku, ada garis-garis disitu. kata orang, garis-garis tangan dapat dibaca sebagai garis hidup, nasib dan juga peruntungan. Jadi kuteliti garis tanganku. Tipis, hampir samar-samar semua, termasuk garis yang katanya merupakan garis kehidupan, ditanganku hanya tergores tipis. Tapi, bagaimana mungkin jika garis-garis itu berkata benar tentang usiaku padahal aku saat ini masih hidup dan segar bugar menghadapi semua kelalaianku??? Tidak.. garis yang salah, batinku. Ku tutup telapak tanganku, dan kuperhatikan, garis-garis tanganku ada dalam genggaman tanganku. Ya, benar... garis-garis nasib itu sekarang ada dalam genggaman tanganku, entah dia samar atau tegas, semuanya ada di dalam genggaman tanganku. Ya... dan betul sekali, bahwa aku menarik kesimpulan, bahwa nasibku ada di dalam genggaman tanganku, bukan siapapun. Keberhasilan dan kegagalan ku hari ini, semua karena apa yang kuperbuat, dan apa reaksiku dalam suatu masalah, dan bagaimana cara aku menyelesaikannya. TAPI... tunggu dulu.. Masih dalam tangan tergenggam, aku melihat garis-garis lain yang tidak ikut tergenggam, yaitu garis-garis di bagian bawah telapak tanganku, dan garis-garis di pinggirnya. Betul, tidak semua bisa tergenggam. Masih ada sisanya, yang mana tidak terjangkau oleh jari-jari tanganku. Betull.., bagian itulah bagian yang sudah tidak bisa aku kerjakan, itulah yang aku serahkan pada Tuhan, yaitu bagian yang tidak bisa aku kerjakan setelah aku melakukan banyak usaha. Itulah pasrah, pasrah setelah melakukan banyak usaha. Aku diberi banyak kemampuan untuk melakukan kendali atas diriku sendiri, namun kendaliku sebagai manusia dibatasi  oleh Tuhan. Kini baru kupahami benar arti kata ORA et LABORA yang dicetuskan oleh Santo Benedictus (referensi), yang memiliki arti sederhana, bekerja dan berdoa. Bekerja tanpa berdoa, bisa menghasilkan kesuksesan namun tanpa kepuasan dan penuh dengan kehausan, dan berdoa tanpa bekerja, akan menghasilkan ketenangan batin yang semu tanpa keberhasilan. Jadi aku mengerti, dalam genggaman tangankulah semua nasibku, dan kepadaNya aku menyerahkan segala hal yang sudah tidak dapat aku kerjakan lagi. Dan setiap malam aku bisa yakin, dalam susah dan senang, dalam kegagaan dan keberhasilan hari ini, aku tidak akan sukar untuk mengucap syukur... :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline