Lihat ke Halaman Asli

frendi hiranda

special ability in custom investigation and trade protection

National Threat: Buzzer Politik

Diperbarui: 10 Februari 2021   06:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Dalam beberapa tahun kebelakang ini twitter selalu diramaikan dengan topik-topik politik yang kadang membuat masyarakat resah karena begitu masifnya orang orang di dunia maya saling serang argumen hingga pribadi. bagi masyarakat awam, mereka mengira 'perkelahian' ini terlihat nyata, namun perlu diketahui ada sekumpulan 'agen' yang memang terpolarisasi menjadi dua kubu yang saling serang, merekalah buzzer(influencer) politik. 

perlu diketahui buzzer politik ini 'dikendarai' untuk manfaat politis suatu kubu tertentu. secara singkat definisi buzzer sendiri merupakan sekumpulan akun di media sosial yang bertujuan untuk menyebarkan informasi tentang suatu 'produk' agar produk tersebut menjadi perhatian publik. perlu diingat buzzer ini adalah agen, dan agen akan bergerak ketika ada dukungan baik dukungan dana, keamanan, fasilitas, dan data.

Akun buzzer tidaklah berjalan sendirian/independen dalam memviralkan informasi, produk, atau sekedar gosip. mereka memiliki banyak akun bot yang tujuanya agar informasi dari akun utama dapat viral (trending) dimedia sosial. ya, media sosial menjadi panggung para buzzer. Media sosial seperti twitter menjadi media favorit para buzzer karena twitter menyediakan fitur trending topic pada layanannya yang memungkinkan orang di suatu kawasan (negara) mengetahui topik apa yang sedang 'hot'.

Informasi yang didapat para buzzer biasanya didapat dari sosok sentral yang kuat/berpengaruh didalam menyampaikan argumen atau berita. mereka (tokoh) ini memiliki masa pendukung yang banyak, sehingga cuitanya selalu dianggap sebagai bahan utama oleh para buzzer untuk dinaikan (diviralkan). mengapa diviralkan? bukankah tidak semua pengguna medsos memiliki akun twitter?

penjelasanya sederhana, beberapa platform berita baik online maupun mainstream seringkali menggunakan topik yang trending di media sosial untuk dijadikan berita. biaya yang murah, informasi yang beragam, serta respon netizen membuat jurnalis seakan dimanjakan, padahal apa yang disampaikan didalam topik-topik tersebut belum tentu valid.

Perlu diketahui awal mula buzzer sendiri digunakan oleh perusahaan untuk memviralkan produknya agar menjadi perhatian konsumen/calon konsumen terhadap produknya. sedangkan buzzer politik sendiri menjadi alat pemilu amerika serikat saat periode pertama presiden barack obama. pada massa kampanye presiden trump ada perusahaan dengan inisial CA yang berpusat di inggris menjadi agen bagi kampanye presiden trump, mereka memuat beberapa isu-isu negatif tentang hillary, bahkan setelah presiden trump berkuasa, mereka (CA) bekerja untuk kelompok yang menginginkan brexit dengan platform leaveEU; dan sekali lagi WOW inggris (britain) resmi keluar dari eropa salahsatunya berkat propaganda perusahaan ini. di indonesia buzzer politik baru menyeruak ketika massa akhir pemerintahan presiden SBY. 

dua kubu politik poros jokowi dan poros prabowo saat itu menjadi sangat hot, bahkan mengalahkan isu-isu penting lainya di indonesia seperti isu gerakan OPM, hingga pelanggaran HAM. kedua kubu ini saling serang bahkan hingga tulisan ini dibuat meskipun prabowo dan presiden jokowi berada didalam pemerintahan namun polarisasi masih sangat terasa dan menjadi semakin panas. masalahnya para buzzer ini sama-sama memuat isu kebencian, perpecahan, dan saling serang.

uniknya pemerintah seolah membiaarkan fenomena pertikaian di medsos ini semakin menjadi-jadi. menurut riset yang dilakukan oleh CIPG pemerintah gagap dalam menghadapi fenomena ini dan tidak segera membentuk regulasi agar masyarakat tidak terjerumus dengan jualan para buzzer dengan cara memberikan regulasi pada validitas konten. CIPG dalam risetnya bahkan menjadikan akun ulin yusron sebagai riset. 

pada april 19,2017 ulin memproduksi 4 tweet dan di mengundang total 1411 retweet, 131 reply, dan 42 mention.  sementara akun nukman lutfie di hari yang sama memproduksi 9 tweet dengan 488 retweet, 12 reply. dan 11 mention. lantas apa bedanya kedua akun ini? ulin bertindak sebagai influencer, dia mencuitkan diskursus di media sosial. sementara nukman bertindak hanya sebagai penggaung informasi saja.

Lantas bagaimana para buzzer ini bekerja dengan membawa topik politis?
1.politikus/parpol menghubungi penulis untuk membuat artiket pesanan sesuai keinginan mereka.
2. setelah artikel jadi, mereka menghubungi influencer/ agen buzzer untuk membantu mengangkat topik.
menurut riset CIPG, buzzer sendiri dapat berbentuk organisasi/keagenan ataupun individu. bedanya mereka bekerja secara tim ataupun bekerja secara independen.

Lantas, apakah buzzer politik ini mengganggu? jawabanya ya. penjelasanya sederhana, apapun yang bertentangan dengan poros politik yang bekerjasama dengan mereka maka mereka mengganggapya sebagai bagian dari oposan. beberapa tokoh yang tidak berpihak para poros pilitik tertentu seperti dedi corbuizer, mardigu wp, dr.tirta, dahlan iskan, hingga wartawan senior karni ilyas menjadi 'mangsa' para buzzer. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline