Dalam dunia kerja, masalah yang nggak pernah habis dibicarakan adalah masalah keadilan penggajian. Sebenarnya berapa sih gap yang wajar antara, katakanlah level terendah dan level tertinggi di suatu perusahaan? Pastinya gak ada jawaban baku, tergantung berapa besar skala perusahaan-nya, apa jenis industrinya, berapa banyak layer atau grading di perusahaan tersebut...bla..bla..bla...
Praktek-praktek di perusahaan Multinational (MNC) mempertimbangkan gaji selain berdasar keadilan internal, juga pada pasaran gaji (market salary). Praktik ini umum dilakukan MNC yang berkiblat pada manajemen barat (western). Namun kadangkala market salary tidak menggambarkan gap gaji yang sesungguhnya, karena market salary hanya mendasarkan pada gaji pokok, padahal banyak tunjangan-tunjangan yang besarannya bisa fantastis. Sehingga kadang-kala besaran gaji menjadi tidak masuk akal (saking tingginya). Untungnya kebijakan gaji pada umumnya bersifat rahasia, sehingga tidak banyak bawahan yang tahu berapa sebenarnya "take home pay' sang bos.
Bersumber dari Wall Street Journal, rata-rata gaji CEO di Amerika 475 kali rata2 gaji karyawan, 22 kali di Inggris, 20 kali di Kanada, 15 kali di Prancis dan 11 Kali Di Jepang. Budaya gaji CEO yang kelewat tinggi mulai di-protes banyak orang di Amerika, terutama gaji executive Wall Street yang dinilai sebagai salah satu sebab ekonomi jadi gak sehat. Kembali ke pertanyaan tadi, berapa beda gaji yang pantas?
Praktiknya di Indonesia, mulai suka ikut-ikutan Amerika. Contohnya di dunia perbankan,jangan heran kalo Teller bergaji pokok hanya UMR (Udah gitu mulai di outsource juga), sedangkan gaji direktur-nya bisa ratusan juta rupiah. Padahal Bank-bank di Indonesia dikenal memble untuk kinerja pemberian pinjaman dan seringkali untung mengandalkan bunga SBI, benar demikian?
CEO bergaji fantastis mungkin jadi wajar bila dia sekelas Charles Ghosn yang sanggup memutar-balik Nissan dari perusahaan mau bangkrut menjadi perusahaan sehat (bahkan di-prediksi dapat mengungguli Toyota). Atau sekelas mendiang Cacuk yang membesarkan Telkom...Sehingga dimaklumi Shareholders bersedia menawarkan kompensasi tinggi kepada mereka...
Kalo itu BUMN, shareholder-nya kan pemerintah, Nah masalahnya siapa-kah yang mewakili duduk dikursi shareholders dan menentukan gaji para executive BUMN ini? Masih ter-ngiang isu ketika PLN bagi-bagi bonus saat perusahaan negara tersebut dalam kondisi merugi...
Kesimpulannya, berapa kali beda gaji yang wajar antara bawahan & top executive?
Mungkin Bapak, Ibu..Bro & Sis sekalian yang lebih tahu..
Salam Indonesia,
andang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H