Lihat ke Halaman Asli

Aku Menunggu

Diperbarui: 3 Juni 2017   00:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku Menunggu.

Kala waktu beradu pilu.
Kala lagu mengalun syahdu.
Kala ragu menghantam sendu.

Malam ini rembulan tampak membiru. Menerka langit pada titik bintang yang rancu.
Bahkan semolek cengkrama berdua itu tabu.

Bagaimana menanti, jika hati tak kunjung berlalu dan mati.
Jawabannya serupa lilin dalam gelas kaca.
Cahayanya membekas, mengepul asap di penghujung sumbu.

Daun gugur tumbuh musim berganti. Dua cabang merambah ranggas kehidupan. Api menyala tetap membakar. Kering, daun gugur, menjadi hangat dan dekat.

Kita yang menginginkan, mesra, lantas berdua. Jatuh pada pesona, bukan pada cinta.

Aku merayu, aku menunggu. Hingga sampai pagi tiba, sapa baik itu kelak merdekakan gundah nan gulana.

Dekati aku, kala sembilu dalam tunggu. Dekap aku, jika kamu satu dalam mau. Aku untukmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline