Selama ini tanpa kita sadari dalam kehidupan sehari hari sebenarnya kita adalah mahkluk masokis. Kenapa masokis? Masokhis sendiri menurut kamuskesehatan.com mendefinisikan masokisme sebagai "kesenangan yang berasal dari rasa sakit fisik atau psikologis yang ditimbulkan pada diri sendiri baik oleh diri sendiri atau orang lain." Membaca penjelasan tersebut mungkin dalam hati kita berseloroh "ah gue gak masokhis buktinya gue sehat-sehat aja." Tapi benarkah demikian?
Masokhis seperti penjelasan di kamuskesehatan.com berasal dari rasa sakit secara fisik atau psikologi. Masokis secara fisik banyak sekali contohnya dalam kehidupan sehari hari contohnya merokok, bergadang, mabuk dan banyak yang lainnya. Gue gak perlu menjelaskan panjang lebar masokhis secara fisik karena secara umum bisa dilihat gejala dan efeknya.
Dalam tulisan ini gue ingin membahas maskhosis secara psikologi yang menitik beratkan pada masalah percintaan yg menurut pemerhati remaja masa lalu yg berpendapat bahwa "cinta deritanya tiada akhir" tapi dia sendiri jatuh berkali kali di lubang yg sama.
Jatuh cinta adalah sebuah kemewahan tapi juga bisa menjadi terapi untuk menyakiti diri sendiri. Bahkan secara terang terangan gue pernah menemukan penulis yang menceritakan bahwa jatuh cinta adalah cara terbaik bunuh diri(?).
Setelah melakukan riset yg tak panjang, gue bisa menyimpulkan beberapa point kenapa cinta menjadi alasan masokisme paling bajingan dan inilah hasilnya :
1. Jatuh cinta diam diam
Membahas point ini gue jadi teringat ucapan seorang teman kampus gue. Saat suatu hari gue tanya dia "kenapa lu gak pacaran?" dia menjawab santai sambil mencolok rokok samsu ke hidungnya "bro level jatuh cinta paling tinggi adalah jatuh cinta diam diam dengan pacar orang lain." telek dia ngomongin dirinya sendiri lagi.
Sebut saja nama temen kampus gue itu irfan. Kisah si irfan ini dimulai dari jatuh cintanya dia pada anggi gadis idaman satu sekolah SMA denganya. Sayang dipertemuan yg berlangsung tiga tahun itu tak membuahkan hasil alias dia gagal mengajaknya anggi (ena-ena) makan di kantin sebagai seorang pacar
Waktu pun berlalu meski beda kampus dengan wanita idamanya si irfan gak menyerah. Berkali-kali irfan berusaha mendekati anggi berkali-kali juga irfan harus merasakan sakitnya disleding tekel cowok lain alias anggi lebih memilih berpacaran dengan cowok lain. ekosistem cinta itu pun terus berputar entah sampai berapa purnama sampai dia akhirnya bilang begini "men kayaknya gue udah gak sanggup dengan rasa sakit ini, gue harus mengakhiri penderitaan sialan ini."
awalnya gue gak faham saat dia bilang hal itu sampai akhirnya beberapa bulan berikutnya gue mengerti bagaimana rasa sakit cinta bisa membuatnya dewasa. Si irfan akhirnya mengakhir pertemuanya dengan anggi termasuk dengan gue, irfan akhirnya memilih mengakhiri kuliahnya lebih cep at dari anggi dan gue (waktu momen ini gue sempat memaki maki keadaan) dan akhirnya sekarang si irfan telah menemukan jodohnya sehidup semati. sementara anggi? Sepertinya dia masih menikmati fase masokisme dia sendiri.