Lihat ke Halaman Asli

Eyrine Tanjung

Pelajar SMA

Cerpen: Serangkai Kebaikan

Diperbarui: 13 Oktober 2024   20:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi menulis cerpen

Pagi telah kembali membawa misteri baru hari ini. Matahari kala itu menampakkan wajahnya dari arah timur, memancarkan terangnya di sebuah kota metropolitan yang sudah dihuni banyak jiwa. Butiran embun meyelimuti tanah dan rerumputan halaman pemilik rumah-rumah itu. Udara sejuk pun sangat menyegarkan pagi ini. Ayam jantan milik tetangga itu, sudah sejak pagi buta melantunkan suara khasnya yang gagah. Begitu juga dengan burung-burung yang membentangkan sayapnya dan menari di udara.

Di teras sebuah rumah yang cukup besar, terlihat seorang anak laki-laki berseragam putih merah itu memakai sepatu hitamnya, bersiap pergi ke sekolah. Namanya adalah Liam Budi Dermawan, anak tunggal si pemilik rumah tersebut. Panggil saja anak itu Liam. Sekarang, ia duduk di bangku kelas 4 SD di sekolah terdekat dari rumahnya.

Sebelum berangkat, Liam akan berpamitan kepada ibunya. Saat hendak berpamitan kepada Ibu, Ibu Liam memberikan bekal makan siang kepada Liam untuk ia makan pada saat makan siang. Setelah Ibu memasukkan bekal, Liam pun mencium tangan Ibu, lalu berangkat pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Kebetulan, Ayah Liam selalu berangkat kerja pagi-pagi sekali ketika Liam belum bangun. Liam berangkat pagi agar ia tak terlambat pergi ke sekolah.

Dalam perjalanannya menuju ke sekolah, Liam melewati jalanan umum yang biasa ia lewati setiap hari. Sudah banyak transportasi umum maupun kendaraan milik pribadi yang membelah jalan kota pagi itu. Di sana, juga ada banyak rumah makan, kedai, kafe, serta pedagang kaki lima yang berjejer di sepanjang pinggir jalan yang baru membuka dagangan mereka, bersiap untuk berniaga.

Liam melihat-lihat keadaan sekitarnya. Tiba-tiba muncul aroma tajam yang menusuk hidung anak itu. Aroma menggiurkan itu berasal dari rumah makan Padang yang sedang ia lintasi. Liam pun berhenti sejenak, memperhatikan rumah makan yang menampilkan masakan khas Padang itu. Ia cukup tergoda dengan aroma yang mengundang rasa lapar itu, tapi ia memilih untuk melanjutkan perjalanannya menuju sekolah.

Baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba, ia berhenti lagi. Matanya kini terpaku pada penampakan kue dan roti yang dipajang di depan kaca jendela sebuah toko roti di seberang jalan. Liam meneguk air liurnya, menahan diri untuk tidak tergoda dengan roti-roti itu. Kepalanya kini membayangkan, betapa nikmatnya jika ia memakan roti maupun nasi Padang tadi. Namun, Liam tetap konsekuen dan meneruskan perjalanannya menuju ke sekolah.

Sebenarnya, penampakan ini telah ia lihat setiap hari saat ia ingin berangkat ataupun pulang sekolah dengan berjalan kaki, Liam tetap menahan diri untuk tidak tergoda dengan makanan-makanan yang selalu mengundang rasa laparnya.

Setelah beberapa lama Liam berjalan, Liam tidak sengaja melihat seorang wanita tua yang sedang mendorong gerobak dagangnya di jalanan yang menanjak ke atas. Segera ia hampiri wanita tua itu, lalu membantunya mendorong gerobak.

"Biar saya bantu, Bu," kata Liam sambil mendorong gerobak itu.

"Terima kasih, Nak. Kau baik sekali," jawab wanita itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline