Lihat ke Halaman Asli

Eyok Elabrorii

penulis fiksi

Logika Jungkir Balik dalam Tertawa

Diperbarui: 28 Desember 2020   23:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://eyokelabrorii.blogspot.com/2019/02/logika-jungkir-balik-dalam-tertawa.html?m=1

Ketika hendak mempelajari fenomena tertawa secara serius dan benar-benar tidak berniat mencari bahan lelucon untuk tertawa, mungkin banyak yang akan tertawa akibat pertanyaan, "Tertawa kok perlu dipelajari?" Mungkin sebab terjebak pendapat umum bahwa masalah tertawa adalah sekadar sesuatu yang layak ditertawakan. Padahal anggapan tertawa layak ditertawakan akibat tertawa sebenarnya sama sekali tidak layak ditertawakan. 

Makna tertawa bukan hanya sekadar berhenti pada tertawa saja, namun merambah ke sisi yang lebih rumit lalu merajalela ke berbagai penjuru dan aspek baik yang semula terduga maupun tak terduga memiliki kaitan dengan tertawa. Tertawa mungkin merupakan salah satu fenomena kegiatan kehidupan manusia yang paling sering dan paling banyak disalah tafsirkan atau minimal ditafsirkan secara tidak lengkap. Akibat kekeliruan tersebut, maka sering bermunculan nilai-nilai yang kurang mendukung, bahkan secara bertolak belakang, dalam hal persepsi terhadap apa yang dinamakan tertawa. 

Seperti misalnya semua setuju dengan semboyan "Tertawa itu sehat", namun di sisi lain tertawa juga dianggap sesuatu yang kurang serius. Padahal kesehatan merupakan permasalahan paling serius bagi kehidupan manusia di bumi. 

Tidak heran apabila suasana jungkir balik itu sendiri memang merupakan salah satu elemen hakiki tertawa, tanpa jelas apakah tertawa itulah yang bertolak belakang dengan logika, atau kondisi bertolak belakang itulah yang menghadirkan tertawa.

Berkat adanya logika jungkir balik itulah, tertawa menjadi hal yang pelik dan kadang membuat kita sulit untuk tertawa jika memikirkan esensi tertawa itu sendiri. Sama ketika kita disuguhi pertanyaan "Lebih dahulu mana antara ayam atau telur?" yang secara ajaib membuat kita bingung antara berlogika serius atau sekadar tertawa dan perlahan menjadikannya sebuah teka teki lelucon.

Logika jungkir balik dalam tertawa telah hidup secara tidak sadar dalam masyarakat yang tertawa bukan hanya sebab ingin tertawa atau senang atau menemukan sesuatu yang humor, melainkan tertawa sebab menemukan sesuatu yang sebenarnya tidak layak untuk ditertawakan, semisal ketika Kim Jong Un tertawa lalu mengatakan "Saya tertawa sebab saya dapat dalam sekejap memerintahkan kepala kalian semua dipenggal". 

Hal ini berarti tertawa bukan lagi soal sesuatu yang remeh atau tidak serius, melainkan dapat merambah ke hal-hal yang sama sekali berlawanan dengan esensi humor yang lazim dianggap sebagai akibat tertawa.

Dan akibat manusia yang justru dianggap sudah dewasa enggan merenungi permasalahan sosial secara lebih mendalam dan gegabah menerima anggapan umum yang sudah biasa sebagai terjamin benar, maka nyaris semua terbius dalam buaian sosial bahwa masalah tertawa memang sekadar untuk tertawa-tertawa belaka.

Maka tanpa sadar, manusia secara kelompok sosial terjebak berbagai kesan keliru mengenai tertawa seperti: tertawa itu sehat, tertawa itu tidak serius, tertawa itu selalu terkait pada humor, tertawa itu memperkuat hubungan antar insani, tertawa senantiasa menyegarkan suasana personal maupun sosial, dan beberapa macam anggapan gotong royong yang pada dasarnya siap untuk ditertawakan.

Selong, 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline