Lihat ke Halaman Asli

Eyok Elabrorii

penulis fiksi

Tidak Ada Hujan November ini

Diperbarui: 20 Oktober 2020   22:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: iluszi.blogspot.com

"Tidak ada hujan November ini." Ojan tengadah setelah mengucapkan itu. Dia masih bingung -atau barangkali syok- sebab seusai mengajar di madrasah tadi, Aziza mengatakan bahwa dia telah hamil. Padahal baru kemarin lamarannya kepada Tuan Guru dipertimbangkan untuk diterima. Bagaimana mungkin sekarang dia harus berhadapan dengan keadaan semacam ini. 

Bayangkan saja, seorang ustadz terbaik pada sebuah madrasah kaliber dikabarkan menghamili seorang putri kepala pesantren. Ini bukan hanya akan menjadi masalah pribadinya, melainkan juga akan merembet kepada hal yang lebih besar, perpecahan ummat barangkali. 

Mengingat seorang ustadz, tuan guru, beserta putrinya merupakan tokoh yang harusnya suci, namun berbuat sesuatu yang bahkan bajinganpun tidak pernah memikirkannya akan berbuat begitu.

Ojan duduk di aula madrasah dengan ingatan tentang perkelahiannya yang sengit dengan Aziza. "Tak mungkin semudah itu, Za", tapi Aziza yang kalap itu tak hanya menangis, "Jadi begitu, mudah sekali kau katakan hal demikian. Ini anakmu, Jan. Umi sudah mulai curiga, sebab aku sering mual-mual". Ucapan Aziza itu yang membuat Ojan tak bisa tenang sampai saat ini. Putri yang lugu itu tidak akan bisa menerima keadaan murahan seperti ini. Lebih-lebih, abahnya yang merupakan seorang tuan guru itu, membuatnya semakin merasa ingin hilang saja.

"Bagaimana jika Tuan guru mengetahui hal ini. Bagaimana dengan lamaranku."

Sementara hari semakin panas walaupun belum siang. Cuaca memang seperti itu sejak Juni, katanya tahun ini kemarau akan panjang, terbukti dengan November yang tidak pernah kedatangan mendung, apalagi hujan. Ojan mengingat-ingat kejadian itu. 

Malam itu tengah diadakan tabligh akbar di madrasah. Anak-anak mondok serta seluruh warga madrasah berkumpul di aula. Ojan yang ustadz itu bebas memasuki seluruh area asrama untuk memastikan bahwa tidak ada yang tak ikut tabligh. Hingga dia bertemu Aziza di koridor asrama santriwati. 

Mereka saling memberi senyum serta saling menanyakan surat-surat terakhir yang mereka kirimi, kemudian menyelinap ke dalam kamar salah satu santri lalu berlanjut pada kejadian memalukan itu. 

Tradisi pesantren yang sangat melarang pertemuan lelaki dan perempuan membuat satu kesempatan saja menjadi penuh birahi. Kungkungan semacam itu pada akhirnya menjadi semacam bumerang.

Siapa yang tidak menyukai Aziza, putri tuan guru itu. Selain cantik, dia juga sangat lugu dan menguasai agama, membuatnya menjadi incaran seluruh ustadz. Ojan salah satunya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline