kepada Adam,
Kulayangkan surat ini dengan penuh suka cita, kuhembuskan nafas perjuangan cintaku padamu. Saat engkau menjauh dalam perantauan, tiap malam aku bersujud pada-Nya agar kau selalu dalam perlindunganNya.
Adam berkali -kali aku memimpikanmu. Sungguh rindu ini sungguh menggebu. Kapankah Engkau pulang, Adam? pulang ke hatiku?
Adam, rinduku sedikit terobati saat langit cerah menyapa. Mengingatkanku akan dirimu yang suka bermandikan cahaya pagi. Adam, cerahkah jua langit di sana?
Gejolak awan yang menangis mungkin mewakili perasaan rindu padamu. bergerak sedikit demi sedikit kemudian menggumpal berkondensasi dan turunlah hujan. Hujan rindu padamu, Adam.
Pintaku pada langit, bergaris putih. Awan yang baik hati, sudikah kau kabarkan padanya, pada Adamku. Bahwa ia selalu dicintai dan dinanti sosok hangatnya.
Langit, akankah kau meleburkan rasa rindu ini jadi bulir-bulir sucimu bersama bait-bait tasbih yang terucap,
Adam, jikalu resah menggelayuti harimu. tidak nyaman, capek atau bahkan cacian. Ingatlah Adam, semua itu hanya akan menuntunmu pada kesempurnaan iman.
Di sini aku selalu mendoakanmu. Biarlah mereka berkata sesuka mereka. Engkau sedang bergelut dengan hidup. Demi hari esok. Tidaklah kau lihat, kau adalah surga duniaku.
Adam, makanlah dengan benar. Janganlah kau menyiksa perutmu dengan mie instan. Hanya agar uang yang terkumpul lebih banyak. Biarlah aku saja yang berpuasa demi buah hati kita kelak. Jikalau sakit, biarlah aku yang menanggungnya.
Adam, bila kutuliskan semua rindu di langit. Aku khawatir dia kan menyebarkannya lewat angin. Banyak setan yang mengintai cinta kita. Maka Adam, jagalah hatimu. Hanya untukku. Akan kujaga semua milik kita berasaskan iman.