Kalau membicarakan tokoh politik sekaliber Megawati Sukarno Putri tentu saja berkaitan dengan sejarah Indonesia pada saat Partai Demokrasi Perjuangan berhasil masuk dalam daftar pemilihan umum, yang pada masa Orde Baru, ada tiga partai yakni PDI-P, PPP dan Partai Golkar. Tentu saja terjun langsung dalam ranah politik, seorang Megawati menghasilkan beberapa pemikiran yang sesuai dengan dinamika politik di Indonesia, seperti halnya yang terbaru adalah Depolitisasi. Bagi orang yang terjun di dunia politik yang hanya setengah-setengah, hal tersebut tidak akan muncul dalam pemikiran mereka.
Ini bentuk rasa peduli Megawati dalam membaca kondisi perpolitikan di Indonesia saat ini, dan yang sudah terlewatkan sesuai dengan eranya yang tentu saja mengalami perbedaan. Saat ini perkembangan teknologi berkembang pesat, tetapi masih sedikit orang dapat membaca kondisi perpolitikan dalam suatu negara, hanya orang-orang yang secara langsung terjun di bidangnya baik itu sebagai kader partai, salah seorang anggota dewan, sampai presiden Joko Widodo dapat duduk di singgasana tertinggi dalam suatu negara dan itu berkat PDI perjuangan dan rakyat yang memilih beliau karena saat ini demokrasi berjalan dan itu suatu pilihan masyarakat.
Kalau terjadi pro dan kontra soal Megawati yang mendapatkan gelar Dowctor Causa di Universitas Padjajaran, tentu saja ada latar belakang keputusan tersebut hinggal muncul dan menyematkan gelar di sederet nama Megawati. Kalau sepanjang sejarah memang Megawati terus muncul di berbagai media sebagai seorang tokoh politik, sebagai ketua partai, sebagai pembina partai, saat memberikan pendapat soal sampai mana negara ini sedang berkembang dalam urusan politik. Itulah menjadi pertimbangan kenapa Megawati mendapatkan kehormatan dari universitas melihat laju Megawati yang fokus dalam bidang politik. Yang cukup fenomenal dari Bu Megawati yakni PDI Perjuangan dalam hal kedudukan ketua partai yang perlu regenerasi, beberapa periode kepemimpinan partai di pegang bu Mega, sampai sekarang masih bu Mega, karena beberapa kader masih “takut” duduk di kursi ketua partai, tapi sebaliknya ketika duduk di kursi pemerintahan dari DPR, DPD, Kementerian, Gubernur, sampai Presiden kenapa mereka saling berebutan.
Uniknya politik di negara ini seperti itu, apalagi Pak Jokowi sudah komitmen untuk tidak memegang dua jabatan, yakni pemerintah dan kepartaian. Mr. Jokowi hanya pegang jabatan pemerintah sebagai Presiden untuk ketua partai bisa Bu Mega atau para kader yang sudah mempunyai kemampuan atau skill dalam bidang politik, menjalankan roda kepemimpinan dalam partai. Ini yang membuat partai politik semakin dewasa terjadi regenerasi posisi ketua partai, sebaiknya para kader yang berkualitas tidak lagi menghindar, apakah ada perbedaan kursi pemerintahan dengan kursi partai? Sehingga para kader tidak sama sekali membawa partai menjalankan visi dan misi yang lebih baik, yang sesuai dengan dinamika politik saat ini.
Soal Bu Mega mendapatkan gelar doctor causa, melihat kontribusi dari Bu Mega bidang politik dari dulu keberhasilan membawa partai sampai masuk ke daftar peserta pemilu sampai sekarang masih bertahan, beserta pemikiran yang muncul seperti depolitisasi yakni tidak ada kepercayaan kepada partai politik sehingga maju sebagai kandidat menggunakan jalur independen. Hasil akhirnya adalah tidak ada kata “solid” untuk intervensi dalam perkembangan politik khususnya sistem demokrasi yang berjalan tentu syarat utama adanya partai politik akan mengalami degradasi, pengalihan dan itu tidak mungkin terjadi. Demokrasi tidak akan tercapai pada porsi substansinya. Untuk Megawati Soekarno Putri ketua umum PDI perjuangan sekaligus mantan Presiden RI selamat atas gelar doctor causa, ke depan terus memberikan kontribusi dalam perkembangan politik yang saat ini jelas mendapatkan pengaruh globalisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H