Lihat ke Halaman Asli

Diktaktor apa Ditraktor, Keduanya Sama Esensinya

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kalau bicara soal melafalkan, itu hal biasa. Kalau sampai salah menafsirkan, itu juga tidak masalah, yang menjadi masalah bila itu di setujui dan merupakan keputusan kolektif, baru luar biasa. Karena efek, pengaruh yang lahir bisa memberikan bias terhadap persepsi orang, seperti diktaktor apa ditraktor, mana yang benar sebab keduanya sama esensinya.

Diktaktor, ciri pemimpin yang melakukan tindakan dan selalu benar meskipun rakyat berkata tidak. Sedangkan ditraktor, mesin petani yang menggilas tanah tujuan menggemburkan untuk bisa selanjutnya dengan mudah melakukan penanaman padi. Esensinya sama, analoginya menggilas tanah, kalau sudah gembur maka bisa untuk mulai di tanami benih, lebih mudah tidak memaksakan.

Karena kondisi tanah benar sesuai dengan syarat penanaman padi untuk mendapatkan hasil maksimal, lumayan bisa panen bulan depan. Diktaktor membungkam hak warganya untuk bersuara, bila demikian tanah tidak berfungsi sebagai tempat menanam padi kalau bicara ditraktor, sebab fungsi tanah adalah bagian penting untuk bisa panen padi, bukan demikian. Diktaktor, mendengar suara mereka yang bukan mempunyai hak, memang kebutuhan pelik yang harus di suarakan, pemimpin tidak akan tahu apa yang di mau oleh rakyatnya, warganya.

Jika diktaktor tanpa kehadiran warganya, seperti tanah dalam keadaan tandus, meskipun di traktor tetap saja sulit ditanami. Diktaktor itu bukan kesalahan, jika mereka masih mendapatkan legal formal untuk memimpin suatu negara. Jika warganya tidak berkehendak atas sikap mereka, bisa melakukan tindakan lain, hengkang dari negara mereka berasal, dan pergi ke negara lain yang bisa memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari sejahtera.

Kesimpulannya simple, diktaktor dan diktraktor sama esensinya, menggilas hak warga dengan tujuan menyamakan pendapat pemimpin dan warganya, jika menuai protes, bisa di suarakan dan itu bisa menjadi bahan pertimbangan seorang pemimpin. Diktaktor, jika masih memaksakan kehendak, dan warganya tidak berkeinginan, maka jika nasionalis masih ada di dalam diri mereka, warga negara yang berkebangsaan, maka patut bisa menyadarkan bahwa diktaktor bisa di anggap bersalah, dan kembali kepada sisi baiknya, yang sampai kini masih di harapkan warganya. from Syardash.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline