Lihat ke Halaman Asli

Kritikan Bermanfaat di Ruang Diskusi

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Loh benar atau tidak, kalau kritikan bermanfaat bila terdapat di ruang diskusi. Kalau sudah masuk pengadilan, bukan kritikan tapi sanggahan. Untuk membela terdakwa supaya nanti bisa mendapat imbalan dengan potongan masa tahanan. Waktu itu sebagai pengacara, kalau sebagai hakim. Bukan kritikan, tapi memimpin. Mereka tidak memberikan pernyataan, mereka menjadi mediator untuk nantinya jalannya sidang tidak keluar dari kaidah hukum.

Nah, kaidah hukum mengerti atas dirinya sendiri. Tapi tidak mengerti di luar dirinya sendiri. Memaknai hukum itulah yang namanya kritikan. Lihat para koruptor ada yang mendapatkan jatah hukuman sesuai dengan perbuatan, di tengah masa penahanan, mendapatkan remisi akhirnya bebas juga karena pengurangan masa tahanan dari jumlah vonis. Itu kalau di rumus matematika namanya penghitungan dengan hasil eksaka.

Kritikan bermanfaat memang hanya di dalam forum, ruang diskusi. Kalau memang bermanfaat di realitas sosial, bisa memperkeruh suasana. Kenapa, karena sudah bersanding pada fakta yang berbicara. Misalkan seorang lurah melanggar kode etik, padahal bawahannya tahu tentang sikap lurah. Kalau bawahannya melakukan kritikan, nantinya dia bisa di keluarkan, di pecat, kalau memang kewenangan pecat memecat di tangan lurah, baiklah tapi semua harus ada alasan.

Jika alasannya sesuai dengan kode etik bawahan, pemecatan bisa dilakukan. Tapi jika tidak, proses pemecatan tidak bisa di langsungkan. Tapi di luar lurah, yakni warganya melakukan kritik dan mencoba untuk di sampaikan kepada lurahnya. Untung bila di tindak lanjuti, kalau tidak. Gejolak warga tidak bisa di hentikan, melakukan demontrasi. Yang notabene, begini ceritanya.

Lurah bisa saja menindak lanjuti tuntutan warga jika sesuai dengan prosedur pemerintah, jika tidak mana berani, jika berani resiko ada di tangan lurah. Tanggung jawabnya semakin besar, sedangkan gaji mereka juga sama dengan lainnya, jika punya jiwa abdi masyarakat. gaji tidak diperhitungkan, jika itu kehendak warganya, tentu saja dilakukan dengan cara lurah sendiri. Toh, warga akan selalu mendukung usaha dari lurahnya, citra lurah jadi terus di pertimbangkan di pemilihan berikutnya, asyik.

Sekarang demonstrasi, mereka melakukan demo murni dari keadaan atau ada aktor yang melakukan mobilisasi warga, untuk memberikan jalan dari salah seorang yang mempunyai tujuan. Jika demikian, pertimbangkan bahwasannya kritikan datang dari keresahan pribadi, yang sesama juga ikut merasakan hal yang sama, sehingga di perjuangkan dengan seksama, membawa jumlah warga yang sesuai dengan visi misi yang sama, jadi murni dan lurah juga bisa mempertimbangkannya.

Inilah kritikan yang bisa dibawa ke realita sosial, yang membungkam adalah individual, masing-masing aktor, yang masing-masing punya tujuan berbeda. Kritikan bermnfaat di raung diskusi, sudah tidak lagi, kritikan bisa di lancarkan kepada pihak yang berkaitan, lurah, camat, walikota, gubernur, bupati, menteri, dewa, presiden, wakil presiden, sekjen PBB, mereka bisa diberikan kritikan secara langsung, padahal semua juga lahir dari kritikan yang timbul dari ruang diskusi. Kembali lagi ke asalnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline