Lihat ke Halaman Asli

Excelindo Krisna Putra

#IndonesiaExcellent

ESTO, Kisah Perusahaan Otobus Pertama di Indonesia

Diperbarui: 1 Juli 2023   06:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bus ESTO Salatiga | Sikano Dinpersip Kota Salatiga

Salatiga menjadi kota penting bagi Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, sehingga dirancang dengan konsep kota modern Eropa untuk kenyamanan warganya. Kota ini berperan sebagai kota bermukim warga Belanda, kota perkebunan dengan ditetapkannya afdeeling untuk mendukung sistem cultuurstelsel dan kota militer dengan dibangunnya benteng pertahanan serta penempatan pasukan militer infantri, kavaleri dan artileri Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL).

Ditetapkannya Salatiga menjadi Stadsgemeente (kotapraja dengan otonomi terbatas) pada tahun 1917 menjadi tonggak awal transformasi menjadi kota yang modern mengikuti pola pembangunan kota di Eropa masa itu. Kelak pada tahun 1926 statusnya ditingkatkan menjadi Gemeente (kotapraja dengan otonomi penuh). Atas dasar penetapan itu, berbagai fasilitas dan infrastruktur dibangun untuk mendukung mobilitas fungsi kota tersebut, termasuk jalan umum dan jaringan transportasi yang terintegrasi.

Sebelum kendaraan berpenggerak mesin umum digunakan di Salatiga, pedati (gerobak sapi) untuk angkutan barang dan dokar (kereta kuda) untuk angkutan penumpang menjadi andalan utama moda transportasi massal masyarakat. Kedua moda transportasi tersebut menggunakan tenaga hewan sebagai penggerak, sehingga jarak tempuhnya terbatas yaitu dari Salatiga sampai ke Bringin, Tuntang, Ambarawa, Suruh, dan Boyolali. Pengguna jasa tranportasi yang ingin melanjutkan perjalanan harus berganti moda baik dokar kembali maupun kereta api.

Sebagai gambaran, seseorang yang akan berpergian dari Salatiga ke Surakarta harus naik dokar trayek Salatiga-Boyolali kemudian transit untuk pindah moda dokar trayek  Boyolali-Surakarta. Sistem dalam satu rangkaian dokar adalah umum, sehingga kusir akan menunggu penumpang penuh dengan kapasitas lima orang sebelum memulai perjalanan dan antar penumpang mungkin tidak saling mengenal. Berbeda dengan kaum priyayi dan Belanda yang menggunakan jasa dokar dengan sistem sewa, sehingga tidak perlu menunggu hingga penumpang penuh, lebih mengutamakan kenyamanan dan kecepatan karena beban dokar relatif ringan. Kusir dan kuda dokar setelah melayani penumpang akan beristirahat terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan pulang ke Salatiga.

Moda transportasi darat berbasis jalan ditujukan untuk melayani angkutan jarak dekat dan menjadi angkutan antarmoda untuk angkutan darat berbasis rel yaitu kereta api. Angkutan darat berbasis rel dari pusat kota Salatiga dapat diakses melalui tiga stasiun yakni Stasiun Bringin, Stasiun Tuntang, dan Stasiun Willem I Ambarawa. Kereta api  adalah sistem transportasi yang efektif dan efisien untuk melayani antar kota atau jarak jauh yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda melalui perusahaan Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).

Berdasar letak stasiun tersebut, integrasi antarmoda untuk mengangkut penumpang dan barang menjadi penting. Hal tersebut karena Salatiga menjadi tempat favorit untuk bermukim warga Belanda yang bekerja di Samarang (Semarang) khususnya di kompleks perkantoran yang sekarang disebut Kota Lama Semarang atau Samarang Oude Stad. Selain itu, tercatat 81 perusahaan pada tahun 1920 menjadi bagian dari afdeeling Salatiga, sehingga angkutan barang untuk mendistribusi hasil pertanian tak luput dari perhatian konsep integrasi angkutan antarmoda.

Usaha Transportasi Kwa Tjwan Ing

Merintis Sewa Mobil

Konsep integrasi angkutan antarmoda ini yang mendapat sentuhan modern dengan masuknya kendaraan berpenggerak mesin ke Salatiga. Peluang ini ditangkap dan dieksekusi oleh Seorang perantauan keturunan Cina-Jawa dari Kudus yakni Kwa Tjwan Ing bersama istrinya Siauw King Nio. Kemudian pasangan ini dikaruniai lima orang anak, kedua anak laki-lakinya kelak meneruskan usaha yang dirintis Kwa Tjwan Ing yaitu Kwa Hong Po dan Kwa Hong Biauw.

Autoverhuurder atau persewaan mobil menjadi divisi awal dirintisnya usaha transportasi Kwa Tjwan Ing dengan beberapa unit mobil kecil pada tahun 1921. Sewa mobil ini melayani berbagai keperluan tidak hanya di dalam kota, namun juga melayani tujuan luar kota. Deretan mobil menawarkan jasa sewa kendaraannya di ruas jalan Soloscheweg (jalan Jenderal Sudirman sekarang) tepatnya di depan toko Kwa San Kam, kawasan ini dipilih karena menjadi pusat keramaian dan pusat perekonomian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline